Dua hari terakhir ini masyarakat
Indonesia khususnya di kalangan para pemerhati
masalah perdagangan manusia dan migrant, sedang ramai membicarakan masalah pemasangan iklan “
Obral “ Tenaga Kerja Indonesia di Malaysia. Sangat disayangkan memang, KBRI di
Malaysia melalui Duta Besar RI untuk Malaysia Herman Prayitno pun telah
melayangkan nota protes kepada pemerintah malaysia agar menindak pemasang iklan
tersebut. Bahkan tak lama berselang pihak Kementerian Luar Negeri Malaysia
mengeluarkan pernyataan pers yang memandang serius masalah tersebut dan
mengecam tindakan tak bertanggung jawab itu.
Kalimat “Indonesian Maids
Now On Sale” dalam iklan tersebut terdengar sungguh tidak mengenakan di telinga
kita sebagai orang Indonesia. Ada nada pelecehan di dalam kalimat tersebut.
Yach…. sepertinya tenaga bangsa ini diobral bak layaknya barang dagang yang
sedang cuci gudang.
Namun sepertinya saya juga harus mendengarkan pendapat dari teman
Facebook saya yang merupakan orang awam dalam hal ini.
Dhiet Lazuardi Hahahaha!!!
Ini akibat dari pembiaran terhadap nasib pekerja (buruh) oleh pemerintah RI. Giliran
"dipromosikan" malah merasa direndahkan.
Introspeksi doong!
Introspeksi doong!
Ayiek Wydy Menteri
gk becus, TKI wis sering dilecehkan sik ngirim ae ke malay padahal kalo kita
stop ngirim org malay bakal susah dewe krn mereka gk mau memperkerjakan org
malay ato keturunan india disana...malas2 sih
Dan saya juga
sempat mendapatkan pertanyaan, …. Kan memang betul, Tenaga Kerja kita di luar
negeri kan memang diperdagangkan ? Mereka membutuhkan tenaga dan kita punya,
lantas apanya yang salah ? Kan malah sebenernya tambah senang ada yang ikut
mengiklankan, di discount lagi…..
Saya sempat
terhenyak dengan pertanyaan pertanyaan tersebut, hati saya memang mengatakan …betul
juga… Kita kan selama ini menjual tenaga kerja ke luar negeri, terus mengapa
kita harus marah dengan iklan tersebut ya…
Apakah
pernyataan dari Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri di Tangerang tanggal 27 Oktober
2012 lalu Saat menyambut kedatangan WNI yang tinggal di suatu negara melebihi
izin (overstay) dan TKI bermasalah dari Arab Saudi di terminal 4 Selapajang,
Tangerang, tentang penghentian
pengiriman TKI Informal memang harus dihentikan ?
Saat
itu Mensos mengaku sepakat TKI yang menjadi pembantu rumah tangga tidak dikirim
lagi tapi harus yang ahli seperti perawat atau pengasuh bayi.
Kembali
kepada beberapa pendapat dan pertanyaan diatas, apapun alasan dan pendapat mereka
semua tentunya kembali kepada penegakan
hukum itu sendiri dan tentunya faktor pendorong adanya migrasi. Misalnya
kemiskinan, putus sekolah, pengangguran dan lain sebagainya. Dimana sepertinya
Pemerintah terasa belum bisa mengatasi hal ini secara merata ( Walaupun masih
sering terdengar kalimat klasik…ini
masalah bersama bukan pemerintah saja… ).
Pada 19 Juni 2012 lalu, pemerintah
Amerika Serikat melalui Trafficking in Persons Report nya yang dipublikasikan
melalui Departemen luar Negerinya mengutarakan bahwa pemerintah Indonesia tidak sepenuhnya mematuhi standar minimum untuk
penghapusan perdagangan manusia, namun berbagai upaya telah dilakukan. Selama
tahun ini, pemerintah melakukan upaya baru untuk meningkatkan perlindungan bagi
para migran Indonesia, terutama melalui Badan Nasional Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI).
Kebijakan
kebijakan pemerintah tampaknya memang belum menyentuh sepenuhnya pada tingkat
bawah. Sehingga masih tampak adanya ketimpangan ketimpangan pada daerah.
Dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomer PER.14/MEN/X/2010 tentang Pelaksanaan
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri , Pasal 8 Ayat
2 disebutkan bahwa pencari kerja berusia
sekurang kurangnya 18 (delapan belas ) tahun, kecuali bagi TKI yang akan
dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang kurangnya berusia 21 ( dua
puluh satu ) tahun, yang dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk ( KTP)
dan akte kelahiran/surat kenal lahir dari instansi yang berwewenang;
Namun
dalam prakteknya seringkali ditemukan para TKI khususnya Informal ( PRT ) yang masih dibawah
umur terutama yang Ilegal. Memang kalau dikatakan Ilegal, pemerintah dan Undang
Undangnya tidak akan bisa berbuat banyak. Dan pertanyaan selanjutnya pasti akan
ditemukan, Bagaimana bisa ada Ilegal ? Bagaimana mereka bisa lolos dari
pantauan pemerintah ? Mengapa bisa terjadi ? dan masih banyak pertanyaan
pertanyan lain.
Simalakama
memang, di satu sisi mereka para TKI adalah penghasil devisa terbesar setelah
Migas tapi di sisi lainnya, mereka seringkali mendapatkan perlakuan yang kurang
bermartabat di negara negara tujuan. Mungkin jika pengiriman TKI Informal dihentikan,
akan banyak juga terjadi pengiriman pengiriman Ilegal. Mungkin bapak bapak
pejabat tersebut juga perlu turun langsung ( seperti Pak Jokowi, Gubernur DKI
Jakarta ) ke kantong kantong migran.
Sumba misalnya, yang selama ini terasa kurang diekspos. Banyak sebenarnya
korban yang berasal dari daerah tersebut, hanya karena dokumen mereka
dipalsukan di daerah lain, Kupang misalnya, akhirnya seolah olah korban
tersebut berasal dari Kupang atau daerah lain.
Dari
Uraian diatas , dapat dikatakan bahwa TKI adalah barang dagang nasional karena
menghasilkan Devisa, namun janganlah mereka diperlakukan seperti Barang Dagang.
Mereka juga manusia seperti kita semua, mereka mempunyai hak dan martabat yang
sama. Mereka juga ingin “ dihargai “ hak dan martabatnya.
Discount,
Obral, Potongan Harga , Sale adalah istilah istilah yang sering kita jumpai dalam
jual beli di pasar. ( Di brosur iklan
tersebut terdapat tulisan potongan harga 40 persen yang menawarkan jasa TKI
seharga 7.500 Ringgit Malaysia dengan uang deposit 3.500 ringgit )
Apakah
bangsa kita sudah seperti itu ? Di obral dan di Discount oleh negara lain ? Pemasang
iklan mungkin tidak melihat dari sisi tersebut. Mereka hanya berusaha
memasarkan “ Barang Dagangan” mereka. Seperti layaknya pengusaha yang akan
memasarkan barang dagang mereka.
Dalam
kasus ini tampaknya kita mungkin harus realistis dan obyektif. Indonesia memang telah menjual tenaga tenaga
bangsa ini ke luar negeri. Tidak bisa dipungkiri bahwa mereka telah memberikan
devisa atau penghasilan bagi bangsa indonesia. Hanya pemerintah ( dan bangsa
ini ) terkadang lalai bahwa mereka juga manusia. Bahwa mereka juga membutuhkan
perlindungan dan perhatian dari kita semua. Bahwa “ Barang Dagang “ itu juga
memerlukan makan, minum, kesehatan, kesejahteraan, kenyamanan seperti kita.
Bahwa mereka sebenarnya juga ingin bekerja di Tanah Air sendiri daripada
bekerja ladang orang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar