Pers Release Dalam Rangka Sosialisasi
Pesan Bapa Suci Benediktus XVI untuk Hari Migran dan Perantau Se-Dunia 2008
KOMISI KEADILAN, PERDAMAIAN DAN PASTORAL MIGRAN-PERANTAU
KONFERENSI WALI GEREJA INDONESIA
Gereja
sebagai tanda kehadiran Allah yang berziarah dalam sejarah manusia hadir dan
bergumul dalam persoalan-persoalan kemanusiaan di tengah dunia. Keprihatinan dan kepedulian Gereja kian hari
kian mendobrak kedalaman nurani dan budi. Melalui ajaran sosialnya, Gereja
Katolik ingin mengajak seluruh umat beriman untuk selalu peka dan peduli pada
nasib sesama, terutama mereka yang miskin, menderita, terasing dan menjadi
korban ketidakadilan. Dengan peduli kepada mereka yang terpinggirkan dari
kehidupan modern saat ini, Gereja mengundang seluruh umat beriman untuk
mengambil bagian dalam upaya mengangkat martabat manusia sebagai ciptaan Allah
yang sempurna, yakni manusia sebagai citra Allah, gambar dan wajah Allah yang
penuh dengan kemuliaan di dunia ini.
Keprihatinan
ini menjadi sangat kontekstual justru ketika kehidupan di dunia modern saat ini
banyak sekali menunjukkan tanda-tanda rusaknya wajah Allah, yaitu
ketidakadilan, kekerasan dan penindasan.
Proses globaliasi yang kini sedang melanda dunia secara luas membawa
satu tuntutan mobilitas, yang banyak sekali mendorong manusia untuk mencari
kehidupan yang lebih baik, jauh dari keluarga dan negara asal mereka. Mereka
inilah kaum migran dan perantau yang bersama dengan ribuan umat Allah lainnya
berziarah menemukan makna kehidupan di tengah situasi dunia yang terus berubah.
Mereka pulalah yang dalam hari-hari terakhir ini banyak menjadi korban
ketidakadilan, terpinggirkan dan tidak terpenuhi hak-hak hidupnya.
Keprihatinan Gereja, Keprihatinan Dunia
Dalam
pesannya untuk Hari Migran Se-Dunia, Paus Benediktus XVI menegaskan bahwasanya
lembaga-lembaga publik, organisasi-organisasi kemanusiaan dan Gereja sedang
membaktikan sejumlah besar sumberdaya-nya untuk membantu para migran dan
perantau. Gereja melihat dunia kaum migran dengan perhatian yang khusus dan
mengundang semua pihak, baik dari negara asal maupun negara tujuan para kaum
migran, untuk memahami persoalan mereka dan memperlakukan mereka dengan baik.
Tema
Hari Migran dan Perantau Sedunia pada tahun ini mengundang kita untuk
berefleksi secara khusus tentang kaum muda migran. Gereja memandang mereka
dengan kasih sayang dan berusaha menjalankan karya pastoral dan sosial untuk
memperkembangkan mereka sebagai manusia yang utuh secara material maupun
spiritual. Para kaum muda migran perlu dibantu untuk bisa terbuka terhadap
dinamika kehidupan antar-budaya dan menjadi pelaku dari upaya membangun dunia
baru yang penuh dengan saling pengertian, kesetiakawanan, keadilan dan damai.
Harapan
ini menjadi sangat kontekstual justru ketika para migran dan perantau itu, yang
diantara mereka adalah kaum muda, sangat rentan terjebak dalam eksploitasi,
pemerasan moral dan bahkan berbagai bentuk pelecehan. Kaum muda migran dan
perantau di banyak negara terpaksa menjadi korban perdagangan manusia. Mereka
terpaksa menjadikan kehidupan di kamp-kamp penampungan sebagai satu-satunya bagian
dari pengalaman hidup, tanpa pernah memiliki kesempatan untuk berkembang
sebagai manusia yang bermatabat. Terhadap persoalan seperti ini, Gereja tidak
mungkin terus berdiam diri.
Persoalan
ketidakadilan terhadap kaum migran dan perantau adalah persoalan kemanusiaan
pada umumnya, yaitu persoalan perlindungan dan jaminan akan hak-hak hidup. Oleh
karenanya, Gereja Katolik Indonesia
melalui Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastroal Migran-Perantau Konferensi
Waligereja Indonesia, dalam rangka menindaklanjuti Pesan Bapa Suci Benedictus
XVI untuk Hari Migran dan Perantau Se-Dunia, mengajak setiap elemen bangsa
Indonesia untuk bercermin dari kenyataan nasib para kaum migran dan perantau di
negeri ini.
Di
Indonesia, keadilan dan pemenuhan hak asasi manusia bagi kaum migran dan
perantau, khususnya TKI, masih sangat jauh untuk dicapai. Kekerasan, senantiasa
menjadi bagian kehidupan dan keseharian kaum migran Indonesia selama bekerja di
luar negeri, bahkan tidak jarang yang berujung pada kematian. Menurut catatan, pada tahun 2007 sebanyak 206
orang TKI meninggal di luar negeri, sebagian besar adalah perempuan berusia
muda. Ratusan migran Indonesia juga
terancam hukuman mati, 297 orang di Malaysia, 4 orang di Saudi Arabia, 1 orang
di Singapura, dan 1 orang di Mesir.
Masalah
deportasi juga menjadi persoalan rutin yang terjadi dan menimpa buruh migran
Indonesia yang tidak berdokumen. Di Malaysia, secara reguler dilakukan
deportasi setiap minggu dengan jumlah ratusan orang. Di Saudi Arabia, ribuan
buruh migran Indonesia juga terancam di deportasi. Hal yang sama juga mengancam
buruh migran Indonesia tidak berdokumen di negara-negara lain. Hal ini
membuktikan bahwa belum ada keseriusan dari pihak-pihak yang berwenang untuk
mempersiapkan, menjamin serta melindungi hak-hak para pekerja migran.
Masalah
perdagangan manusia juga menjadi hal yang patut untuk diperhatikan. Di
Indonesia jumlah korban perdagangan manusia bisa mencapai satu juta orang tiap
tahunnya. Oleh karenanya Komisi Keadilan, Perdamaian, dan Pastroal Migran-Perantau
Konferensi Waligereja Indonesia pada bulan September 2007 telah mengeluarkan
rekomendasi kepada pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk bergerak bersama
memerangi praktek perdagangan manusia ini.
Bersama Merajut Harapan, Menatap Hari
Depan
Bercermin
dari keprihatinan di atas, maka harapan untuk membangun kehidupan yang lebih
baik bagi para migran dan perantau menjadi tugas semua pihak di negeri ini.
Gereja mendukung setiap kehendak baik dari semua pihak yang berkomitmen
terhadap nasib para migran dan perantau, baik itu negara sebagai badan publik,
kelompok pengusaha, maupun masyarakat umum. Negara sebagai badan publik harus
menjamin kehidupan warganegaranya, termasuk mereka yang mencari penghidupan di
negara lain, yaitu para pekerja migran dan perantau. Kesepakatan-kesepakatan
bilateral dan multilateral yang sudah dibuat, sangat mendesak untuk
ditindaklanjuti hingga ke tingkat operasional di lapangan demi terpenuhinya
kebutuhan akan keadilan bagi para pekerja migran. Penandatanganan "Cebu
Declaration on The Protection and Promotion of the Rights of Migrant
Workers", dokumen ASEAN Charter (Piagam ASEAN), serta pembentukan Badan
Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
(BNP2TKI) masih menyisakan beberapa persoalan penegakan hak asasi buruh migran
di kawasan Asia Tenggara yang harus segera ditangani.
Gereja
mendukung langkah-langkah positif yang diambil Pemerintah RI, dalam hal ini
Presideng Susilo Bambang Yudhoyono untuk bertemu dengan PM Abdulah Badawi
membahas persoalan TKI di Malaysia. Perlindungan terhadap setiap warganegara
yang harus diemban oleh pemerintah, adalah perlindungan terhadap kemanusiaan
dan kehidupan itu sendiri. Oleh karenanya Gereja mendorong pemerintah untuk
melihat masalah ini dalam cara pandang kemanusiaan, bukan semata-mata kebijakan
politik negara yang melihat para pekerja migran sekedar sebagai komoditas
negara. Dengan cara pandang ini pula,
Gereja mengajak negara mengangkat martabat manusia Indonesia pada nilai yang
semestinya sebagai citra Allah, bukan sebagai sampah, yang dibuang dan bahkan
dijual sebagai barang dagangan yang menguntungkan negara.
Bagi
kelompok pengusaha pengirim dan pengguna tenaga kerja migran, Gereja mendesak
mereka untuk tidak mengambil keuntungan yang tidak wajar dari fenomena global
yang menuntut migrasi ini. Gereja mengajak mereka untuk menumbuhkan tanggung
jawab sosial yaitu mempersiapkan, menjamin kesejahteraan dan melindungi hak-hak
para pekerja migran untuk bisa bekerja mencari kehidupan yang lebih layak di negara
lain.
Pada
kesempatan ini pula, Gereja mengajak masyarakat Indonesia untuk memperhatikan
dan memperjuangkan kehidupan para kaum migran dan perantau. Gereja mendorong
partisipasi masyarakat untuk sadar dan peduli dengan situasi serta nasib para
pekerja migran Indonesia serta bersama-sama mengawasi jalannya kebijakan
perlindungan terhadap pekerja migran. Harapan akan kehidupan yang lebih baik
bagi para pekerja migran dan para perantau adalah tanggung jawab kita bersama.
Memperhatikan dan memperjuangkan kaum migran dan perantau adalah bagian dari
perjuangan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan dan penghargaan akan nilai
kehidupan manusia. Lebih dari itu, memperhatikan dan memperjuangkan nasib kaum
migran dan perantau adalah upaya nyata mengembalikan manusia pada nilai yang
semestinya sebagai citra Allah.
Jakarta,
21 Januari 2007
Komisi
Keadilan Perdamaian dan Pastoral Migran-Perantau
Konferensi
Waligereja Indonesia
R.P
Serafin Dany Sanusi, OSC
Mgr. P.C. Mandagi, MSC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar