VISI KAMI

“ AGAR HAK DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH DIAKUI DAN DIHORMATI. ”

Bagaimana Pengaturan Mengenai Tindak Pidana Human Trafficking ?


Peraturan mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan orang di Indonesia khususnya dan dunia umumnya sepertinya tidak terlepas dari beberapa deklarasi yang hadir terlebih dahulu melalui Perserikatan Bangsa bangsa.

HAK ASASI MANUSIA

Pada tanggal 10 Desember 1948, Majelis Umum PBB mengeluarkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) atau Universal Declaration of Human Rights (UDHR). UDHR memuat 30 pasal tentang hak-hak yang dimiliki setiap orang. UDHR tidak dirancang menjadi dokumen hukum yang mengikat negara-negara penandatangan, namun hanya pernyataan-pernyataan tentang prinsip perlakuan kepada setiap manusia. Oleh karena itu, UDHR tidak mempunyai kekuatan hukum yang mampu memaksa negara-negara untuk memenuhi pasal-pasal di dalamnya.
Pada perkembangannya prinsip-prinsip yang terkandung dalam UDHR dituangkan ke dalam dua konvensi yaitu Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik atau International Covenant on Civil and Political Rigths (ICCPR) dan Kovenan Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya atau International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (ICESCR). Kedua konvensi ini diberlakukan pada tahun 1966.
Sejauh ini Pemerintah R.I. telah mengesahkan dalam bentuk ratifikasi/ratification sejumlah instrumen HAM internasional utama ke dalam sistem hukum Indonesia, yaitu: 
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan/CEDAW (1984), 
Konvensi Hak-Hak Anak/CRC (1990),  
Konvensi Anti Penyiksaan/CAT (1998), 
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial/ICERD (1999),
Kovenan Hak-Hak Sipil-Politik/ICCPR (2005), dan 
Kovenan Hak-Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya/ICESCR (2005)

HAK ASASI PEREMPUAN

Sejarah mencatat bahwa Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan atau Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women/CEDAW merupakan Bill of Rights for Women komprehensif yang pertama kali secara khusus mengakui hak asasi perempuan (HAP). Sebagai sebuah instrumen internasional HAM, CEDAW menjadi standar universal pertama yang mengatur mengenai HAP. Pondasi utama yang diberikan CEDAW dalam perkembangan HAM adalah lahirnya definisi yang jelas tentang diskriminasi terhadap perempuan (discrimination against women) dan persamaan (equality).
CEDAW mengatur cakupan HAP dan kewajiban negara untuk menjamin pemenuhan HAP. CEDAW memuat 12 area HAP.


HAK ASASI ANAK

Dalam konteks HAM, hak asasi anak atau hak anak mulai diatur dengan lahirnya Konvensi Hak Anak atau Covenant on the Rights of Children (CRC) yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB tahun 1989. Perlunya pengaturan tentang hak anak (selain HAM) didasarkan oleh pemahaman bahwa anak mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang khusus yang berhubungan dengan situasinya sebagai subjek yang rentan, tergantung dan berkembang



KERANGKA HAM Mengenai PERDAGANGAN MANUSIA

Instrumen HAM kunci di tingkat PBB adalah “Protokol Untuk Mencegah, Memberantas dan Menghukum Perdagangan Orang, Terutama Perempuan dan Anak-Anak, Yang Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Melawan Kejahatan Terorganisir Antar Negara” yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 15 November 2000 di Palermo (sering disebut sebagai “Protokol Palermo”. Pada tulisan ini, selanjutnya disebut: Protokol PBB).
Maksud dan tujuan dari Protokol PBB sebagaimana termuat di dalam ketentuan pasal 2 ialah: “untuk mencegah dan memerangi perdagangan orang, dengan memberikan perhatian khusus terhadap perempuan dan anak-anak, melindungi dan melayani korban perdagangan orang, dengan menghormati sepenuhnya hak asasi mereka; dan untuk memajukan kerjasama antar negara-negara peserta dalam rangka mencapai tujuan tersebut di atas.”
Upaya penanggulangan perdagangan orang harus dilaksanakan dengan memperhatikan kewajiban negara di bawah hukum internasional HAM. Upaya-upaya tersebut harus dilakukan sejalan dengan standar yang ditetapkan PBB berkenaan dengan perdagangan orang, khususnya UN Trafficking Protocol.
Satu instrumen penting dalam pengembangan pendekatan HAM adalah ‘the Principles and Guidelines on Human Rights and Human Trafficking elaborated by the UN High Commissioner on Human Right
Kewajiban Negara untuk melindungi dan menghormati hak asasi setiap manusia yang berada dalam lingkup yuridiksinya adalah prinsip umum yang melandasi hukum internasional di bidang HAM. Kewajiban ini mencakup kewajiban untuk mencegah, menyidik dan menghukum (pelaku) pelanggaran HAM dan menyediakan kompensasi yang memadai bagi korban pelanggaran HAM tersebut. Kesemua elemen ini sama pentingnya dalam rangka mengembangkan pendekatan yang seimbang dan efektif untuk menanggulangi perdagangan orang. Semua upaya yang dikembangkan negara harus selaras dengan kewajiban negara di bawah hukum internasional tentang HAM, sebagaimana diaplikasikan dalam instrumen-instrumen hukum HAM terpenting, termasuk prinsip non diskriminasi.

Beberapa Peraturan dan Dasar Hukum yang digunakan di beberapa daerah Indonesia Dalam Penanggulangan Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang : 


  1. Keppres RI No. 36 Tahun 1990 Tentang Ratifikasi Konvensi Hak Anak (Convention on the Rights of the child)
  2. UU No. 5 /1998 tentang Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan
  3. UU No. 19/1999 tentang ratifikasi konvensi ILO No.105 mengenai Penghapusan Kerja Paksa
  4. UU No. 20/1999 tentang Ratifikasi ILO No. 138 mengenai Usia Minimum Anak yang Diperbolehkan Bekerja
  5. UU No. 20/1999 tentang ratifikasi Konvensi ILO No 138 tahun 1973 tentang usia minimum untuk diterima bekerja (ILO Minimum Age Convention),
  6. UU No.21 / 1999 tentang ratifikasi Konvensi ILO Nomor 111 Tahun 1958 tentang persamaan pendapatan (ILO Equal Remuneration Convention)
  7. UU No. 80 / 1987 tenrang ratifikasi Konvensi ILO Nomor 100  tentang upah yang sama untuk pekerjaan yang sama.
  8. UU No. 29 / 1999 tentang ratifikasi Konvensi Anti Diskriminasi Rasial
  9. UU No. 12 / 2005 tentang ratifikasi Konvensi Internasional Hak Sipil dan Politik.
  10. UU No. 11 / 2005 tentang ratifikasi Konvensi Hak Ekonomi Sosial dan Budaya.
  11. UU No.1 / 2000 tentang ratifikasi Konvensi ILO No. 182 Tahun 1999 mengenai Pekerjaan Terburuk Perburuhan Anak (ILO Worst Forms of Child Labour Convention).
  12. Konvensi ILO No 29 tahun 1930 tentang kerja paksa yang diratifikasi pada tahun 1950
  13. Keppres No 83 / 1998 tentang ratifikasi Konvensi ILO No 87 tahun 1948 tentang kebebasan berserikat dan perlindungan terhadap hak berorganisasi
  14. UU RI Nomor 39 / 1999 Tentang Hak Asasi Manusia
  15. UU RI Nomor 21 / 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
  16. UU RI Nomor 39 / 2004 Tentang Penempatan Dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Di Luar Negeri
  17. UU RI Nomor 23 / 2004 Tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
  18. UU RI Nomor 23 / 2002 Tentang Perlindungan Anak
  19. Keppres RI Nomor 88 / 2002 tentang RAN perdagangan perempuan dan anak
  20. Keppres RI Nomor 59 / 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak
  21. Peraturan Pemerintah RI Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Dan Mekanisme Pelayanan Terpadu Bagi Saksi Dan/Atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang
  22. Keppres RI Nomor 87 / 2002 Tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) penghapusan Ekploitasi Seksual Komersial Anak (ESKA)
  23. UU RI Nomor 13 / 2003 Tentang perlindungan pekerja perempuan di tempat kerja.
  24. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 6 Tahun 2006 Tentang Pelayanan Terpadu terhadap Perempuan dan Anak Korban Tindak Kekerasan,
  25. Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 4 Tahun 2006 Tentang Pencegahan Trafiking,
  26. Pemerintah Propinsi Sulawesi Utara mengeluarkan Perda No. 1 Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penghapusan Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak.
  27. SKEP Gubernur Propinsi Sulawesi Utara No.130 Tahun 2004 membentuk Gugus Tugas Anti Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak.
  28. Pemerintah Propinsi Sumatera Utara mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak, dan membentuk Gugus Tugas RAN-P3A Sumatera Utara
  29. Pemerintah Kota Dumai Propinsi Riau, bulan Januari 2005 membentuk Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak.
  30. Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta melalui SKEP Gubernur No. 1099 Tahun 1994 mengeluarkan Peraturan Pelaksanaan tentang Peningkatan Kesejahteraan bagi Pekerja Rumah Tangga di DKI Jakarta.
  31. Pemerintah DKI Jakarta mengeluarkan Perda No. 6 Tahun 2004 tentang Ketenagakerjaan yang pasal-pasal di antaranya mengatur tentang buruh anak dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk bagi anak.
  32. Pemerintah Propinsi Jawa Barat melalui Surat Keputusan Gubernur No. 43 Tahun 2004 membentuk Komite Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, dan menyusun Rencana Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Perdagangan Anak dan Eksploitasi Seksual Komersial Anak.
  33. Pemerintah Kabupaten Indramayu menyusun Rencana Aksi Penghapusan Penghapusan Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak.
  34. Pemerintah Kabupaten Sumedang membentuk Komite Penghapusan Bentuk bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.
  35. Pemerintah Kota Bandung membentuk Komite Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak dan menyusun Rencana Aksi Daerah Perlindungan Anak (Agustus, 2004).
  36. DPRD Kota Bekasi bulan Mei 2004 mengesahkan Peraturan Daerah tentang Larangan Perbuatan Tuna Susila sebagai perubahan atas Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 58 Tahun 1998.
  37. Pemerintah Kabupaten Cilacap Propinsi Jawa Tengah menyusun draft Peraturan Daerah tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Migran di Luar Negeri.
  38. Pemerintah Kota Surakarta Propinsi Jawa Tengah telah menyusun Rencana Aksi tentang Penghapusan Perdagangan Orang Khususnya Perempuan dan Anak.
  39. Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta menyusun draft Peraturan Daerah tentang Hubungan Kerja antara Pekerja Rumah Tangga dengan Majikan di Propinsi DI Yogyakarta.
  40. Pemerintah Propinsi Jawa Timur melalui Surat Keputusan Gubernur No. 188/145/ KPTS/013/2003 membentuk Gugus Tugas Penghapusan Perdagangan Orang, Eksploitasi Seksual Komersial Anak dan Bentuk-bentuk Terburuk Pekerjaan Terburuk untuk Anak.
  41. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.
  42. Pemerintah Kabupaten Tulungagung melalui Surat Keputusan Bupati No. 844 Tahun 2004 membentuk Komisi Perlindungan Anak.
  43. Pemerintah Kabupaten Malang mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Pekerja Migran
  44. Pemerintah Kota Ponorogo mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Pekerja Migran.
  45. Pemerintah Kabupaten Blitar mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Perlindungan Pekerja Indonesia Blitar dan Anggota Keluarganya.
  46. Pemerintah Kabupaten Banyuwangi membentuk Komite Perlindungan Anak berkaitan dengan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak, Eksploitasi Seksual Komersial Anak, dan Perdagangan Anak.
  47. Propinsi Kalimantan Barat: Pemerintah Kabupaten Sambas mengeluarkan Peraturan Daerah tentang Pencegahan dan Perlindungan Perempuan dan Anak dari Praktek-praktek Perdagangan Orang.
  48. Pemerintah Propinsi Kalimantan Timur melalui Surat Keputusan Gubernur No. 350/ K.36/2004 tanggal 25 Maret 2004 membentuk Koalisi Anti Trafficking (KAT) Kalimantan Timur dan melalui Surat Keputusan Gubernur No. 463/K.214/2004 membentuk Komite Aksi Penghapusan Bentuk-bentuk Pekerjaan Terburuk bagi Anak.
  49. Pemerintah Kabupaten Sumbawa mengeluarkan Peraturan Daerah No. 11 Tahun 2003 tentang Perlindungan dan Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia Asal Sumbawa.








1 komentar:

  1. Hello all we will provide the latest news on our website is AishaNews.com with this site will provide the latest news and all the best for Aisha News
    Aisha Populer News Your reference.

    BalasHapus