VISI KAMI

“ AGAR HAK DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH DIAKUI DAN DIHORMATI. ”

STUDI KASUS Untuk Pelatihan dan Sosialisasi



Kisah Sari
 
Sari , asal Klaten, lulusan SMK, bekerja pada seorang dokter di Surabaya, sebagai pencatat dan penerima pasien. Ia mendapat cuti lebaran. Di terminal Bungurasih Surabaya ia kecopetan. Semuanya uangnya habis. Tinggal tas pakaiannya, tanpa uang sepeserpun. Ia berlinang menahan tangis. Mau menelpon ke dokter majikannya, tak ada uang. Seorang bapak mendekatinya. Menanyainya dengan lembut dan menolongnya. Ia mengajaknya bersama naik bis kota yang menurut pengakuannya dekat alamat dokter tersebut. Di tengah jalan ia ditawari minum. Karena bapak ini sejak tadi menunjukkan perhatian dan pertolongannya, maka ia menerima tawaran minum itu tanpa berpikir panjang karena ia memang kehausan. Beberapa lama setelah minum ia merasa mengantuk sekali dan tertidur pulas. Bapak itu membangunkannya dan menagajak turun. Sudah sampai, katanya. Sari terhuyung bangun. Ini bukan jalan ke arah rumah dokter majikannya itu. Ini daerah lain yang sama sekali tak dikenalnya. Tapi ia tak mampu berdebat karena serangan kantuknya. Akhirnya ia terhuyung turun, dan dibawa ke sebuah rumah. Istirahatlah di sini dulu, karena sudah malam. Besok pagi saya antar pulang. Sari tak dapat menahan kantuknya, dan ia terlelap tidur di rumah itu. Rupanya minuman itu sudah disuntik obat bius. Tengah malam ia mendapati dirinya ditiduri oleh orang itu, dan merasa kesakitan pada vaginanya. Ia masih perawan sebelumnya. Kini keperawannya telah direnggut. Keesokan harinya ia diberi sarapan oleh orang itu, tetapi tetap dikurung di kamar. Siang harinya ia baru tahu bahwa rumah itu ada di wilayah Dolly, kompleks pelacuran besar, yang konon adalah terbesar di Asia Tenggara. Sementara itu ia mendengar orang itu bernegosiasi dengan “mami” tentang penyerahan Sari ke tangannya, seharga Rp. 300.000,- Orang itu pun dibentak-bentak oleh mami karena hanya mendapat seorang anak di hari ramai menjelang lebaran ini.

1.            Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2.            Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3.            Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4.            Siapa korbannya ?
5.            Apa modus operandinya ?

Kisah Ratna

Ratna adalah seorang ibu dengan 3 anak. Suaminya petani miskin, yang hasil produksinya tidak cukup untuk menafkahi keluarga. Setelah berunding dan mendapat persetujuan dari suaminya, ia mendaftarkan diri ke PJTKI untuk bekerja sebagai PRT di Hongkong sesuai dengan reklame yang ia terima dari tetangganya. Ia punya tujuan untuk mendapat nafkah yang lebih baik di masa depan. Ia diberi formulir dan syarat-syarat untuk bekerja di Hongkong. Ia pun memenuhi syarat-syarat itu dengan tepat dan mengisi formulirnya. Ia harus membayar beaya pembuatan surat-surat yang diperlukan, namun wajar saja - tidak berlebihan. Ketika tiba waktu keberangkatannya, ia pun disalurkan ke PJTKI di Jakarta yang kemudian mengirimnya ke Hongkong. Sesampai di Hongkong, ia diterima oleh agen di Hongkong, yang kemudian menyalurkannya kepada keluarga Hongkong yang telah memesannya. Ratna bekerja di situ sebagai PRT seperti yang dijanjikan. Dia mendapat gaji sesuai dengan kontrak, dan dapat mengirimkannya ke kampung melalui transfer bank. Keluarga di rumah berbahagia. Dua tahun kemudian, Ratna mengalami nasib buruk. Ia diperkosa oleh anak laki-laki majikannya. Ia malu mengatakan hal ini. Ia menyimpannya dalam hati sedalam-dalamnya, karena merasa aib. Apa mau dikata, perutnya membuncit karena janin yang dikandungnya. Terbongkarlah masalah itu, dan diusirlah dia dari rumah itu.
1.            Kasus ini termasuk trafficking atau tidak ?
2.            Kalau ya, apa ciri-cirinya ?
3.            Kalau tidak, mengapa ?

Kisah Gimin

Gimin adalah TKI di Malaysia. Ia punya paspor asli. Visa kerja legal. Ia bekerja sebagai kuli bangunan. Ia tidak memperhatikan bahwa visanya telah habis masa berlakunya. Agennya yang dulu, mencatat masa habis visa setiap orang yang disalurkannya. Dipanggilah Gimin, bahwa visa kerjanya habis, dan kini ia menjadi buruh migran ilegal. Agennya tahu bahwa ia orang lugu yang tak tahu masalah itu. Gimin merasa takut dan bingung. Tak apalah, kata si agen itu. Saya bisa mempekerjakan kamu lagi, asal kamu mau menuruti kontrak kerja saya. Kalau tidak, akan saya laporkan polisi. Dibuatlah kontrak baru, dengan gaji yang hanya separohnya dari gaji semula. Sedihlah hati Gimin. Apa boleh buat, Gimin menerima kontrak baru itu.

1.            Kasus ini termasuk trafficking atau tidak ?
2.            Kalau ya, apa ciri-cirinya ?
3.            Kalau tidak, mengapa ?
4.            Siapa traffickernya ?
5.            Apa modus operandinya ?


Kisah Tanti

Tanti lulusan SD, tidak dapat melanjutkan sekolah lagi karena kemiskinan keluarganya. Sudah 3 tahun ini ia membantu ibunya mencetak batu bata, sambil mengasuh adik-adiknya. Suatu hari pamannya datang memberi tahu bahwa ada lowongan kerja sebagai PRT di Taiwan dengan gaji tinggi yang menggiurkan. Daripada penghasilan kecil di desa, baiklah bekerja saja di sana. Betapa senangnya dia, gaji tinggi …. Luar biasa … bisa membantu orang tua. Dia merasa terpanggil untuk memperbaiki nasib keluarga. Ia ingin agar masa depan keluarganya lebih baik, adik-adiknya bisa sekolah dan ayah-ibunya tidak melarat. Si paman pun membahasnya dengan ayah ibunya dan mendapat restu untuk mengadu nasib.Ia dibawa ke agen PJTKI, dan segala surat-surat yang dibutuhkan untuk ke Taiwan diurus oleh PJTKI tersebut. Walau masih di bawah umur, namun si PJTKI bisa mengatur paspor dan surat lain yang diperlukan dengan mudah. Segala sesuatunya bisa diatur dengan uang ! Tanti tinggal berangkat dengan membawa pakaian seadanya. Dari PJTKI di kecamatan setempat, ia dikirim ke PJTKI Jakarta. Setelah medical-check, Tanti dan teman-teman calon TKW sebayanya diperlakukan secara istimewa, dipisahkan dari calon TKW yang lain. Mengapa ya ? Mereka merasa senang mendapat perlakuan majikan yang baik hati itu. Tiba waktunya ia diberangkatkan. Bukan ke Taiwan, melainkan ke Malaysia. Namun ia tidak tahu di kota apa. Setelah mendarat di Kualalumpur, ia dibawa dengan mobil ke suatu tempat. Lalu ganti mobil sebentar dan pergi lagi ke tempat lain. Ganti mobil lagi dan pergi ke tempat lain lagi. Begitu berganti-ganti sampai beberapa kali. Ia pun tidak tahu arah lagi. Akhirnya ia tiba di rumah penampungan. Gedungnya besar, dengan penjagaan ketat. Dari luar tampaknya gedung itu kumuh, dan di dalamnya memang kumuh juga, kecuali beberapa tempat yang nampak bersih. Di bagian basement ada ruang tertutup, yang akhirnya diketahuinya sebagai ruang shooting.

Dia menantikan pekerjaannya. Pikirnya mungkin disuruh memasak, mencuci atau membersihkan ruangan. Ternyata ia disuruh pergi ke basement. Di situ ia diberi pakaian bagus, dan difoto dengan berbagai pose. Ia menangis menolak, namun tak bisa ! Ia harus melaksanakannya. Ia lari ke luar basement, namun ditangkap penjaganya. Apa mau dikata, mau tak mau ia menuruti perintah majikannya. Setelah itu …. Berbagai pose bahkan sampai foto bugil pun harus dilakoninya. Dan pada puncaknya ……. Ia harus melakukan adegan intim dalam film, sebagai anak perawan yang mengalami hal itu di malam pertama.

1. Kasus ini termasuk trafficking atau tidak ?
2. Apa ciri-cirinya ?
3. Siapa traffickernya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?

Kisah Gito

Gito asal Yogya adalah buruh migran di Sarawak, bekerja di perkebunan kelapa sawit. Paspornya legal dan visa kerjanya pun legal. Setahun setelah bekerja pada majikannya, ia diberitahu temannya di perkebunan lain, bahwa gaji di sana lebih tinggi. Tergiurlah dia. Maka pindahlah ia ke perkebunan temannya itu. Tapi, paspornya masih dipegang majikan yang pertama. Namun dia tetap nekad pindah. Suatu hari terjadilah pemeriksaan para buruh migran. Polisi Malaysia dikerahkan untuk memeriksa para buruh migran di perkebunan, dan barang siapa tidak dapat menunjukkan paspor dan visa kerjanya, ditahan di kepolisian. Gito ditahan. Majikan yang kedua ini tidak mau membelanya atau mengambilnya dari tahanan karena dia bekerja ilegal di perkebunannya, tanpa paspor. Jika ia mau mengambilnya, ia pasti didenda 3000 ringgit dan dihukum cambuk. Gito dihukum cambuk karena tidak dapat menunjukkan legalitasnya. Akhirnya Gito dideportasi melalui Nunukan.
1.            Kasus Gito ini termasuk trafficking atau tidak ?
2.            Kalau ya, apa cirinya ?
3.            Kalau tidak, mengapa ?

Kisah #1

Sejak dirinya putus sekolah, Dewi dan keluarganya berusaha mencarikan pekerjaan yang baik untuk dirinya agar ia dapat membantu keluarganya. Ia berumur 16 tahun, ketika Bapak Ade datang ke desanya, mencari perempuan yang berminat untuk pergi dan bekerja di Singapura sebagai pembantu rumah tangga. Gaji yang ditawarkan jauh lebih tinggi dari yang pernah diharapkan Dewi akan diperolehnya kalau ia bekerja di Indonesia mengingat ia cuma mengantungi ijazah Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Ia dan keluarganya langsung menerima tawaran itu. Bapak Ade kemudiam memberitahu bahwa ia tidak perlu membawa Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya, karena ia akan mendapat KTP baru. Di Batam, ia tinggal di sebuah penampungan untuk buruh migran selama beberapa pekan sambil menunggu surat-suratnya dibuat. Sebelum berangkat ke Singapura, pengelola penampungan itu memberi Dewi KTP barunya. Tanggal lahirnya di KTP barunya sudah diubah agar usianya menjadi 18 tahun, sehingga ia cukup umur untuk masuk ke Singapura dengan visa kerja. Setibanya di Singapura, mulailah masalah bermunculan menimpa dirinya. Majikannya amat sulit untuk dipuaskan. Majikannya kemudian mulai melakukan pelecehan seksual terhadap dirinya dan menuntut ‘pelayanan istimewa’. Ketika Dewi menolak, majikannya mengembalikannya kepada agen dengan alasan bahwa ia malas. Agen tersebut menjadi sangat marah dan mengancam akan mengirimnya ke Batam untuk dijadikan pekerja seks. Mendengar ancaman itu, ia memohon supaya dipulangkan saja ke kampungnya. Agennya bersedia memenuhi permintaan itu, tetapi sebelumnya ia harus membayar biaya-biaya yang sudah dikeluarkan sang agen untuk dirinya sebesar lebih dari Rp.10 juta. Tetapi pada kenyataannya, sang agen mengirim dirinya ke sebuah agen lain di Batam, dan mereka juga menuntut agar ia mengganti biaya-biaya yang sudah mereka keluarkan sebelum ia kembali ke kampung halaman. Karena ia tidak punya uang, mereka berniat mengirimnya ke Malaysia untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga (PRT) bersama dengan sejumlah gadis lain di penampungan itu.

Sumber: Wawancara 2003 dengan Solidaritas Perempuan

1. Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2. Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3. Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?

Kisah #2

Reni tinggal dengan ibu, kedua saudara dan ayah tirinya yang pengangguran di Indramayu, Jawa Barat. Ibunya menjual makanan kecil untuk menghidupi keluarga mereka. Reni berusia 14 tahun dan telah lulus dari Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama ketika ia didekati oleh seorang calo tenaga kerja. Ia menawarkan pekerjaan di sebuah pabrik elektronik di Malaysia. Reni dijanjikan akan menerima gaji RM600 [kira-kira Rp.1,4 juta] per bulan. Tawaran ini merupakan kesempatan yang bagus bagi Reni untuk membantu ibunya mencari nafkah demi keluarga mereka. PJTKI di Jakarta mengenakan Reni Rp.1,5 juta untuk biaya perekrutan dan kemudian menjualnya ke PJTKI lain. PJTKI kedua ini kemudian lalu menempatkannya di penampungan selama lima bulan sebelum mengirimnya ke Malaysia. Begitu ia tiba di pabrik pengalengan ikan, paspor palsu yang dibuatkan oleh PJTKI itu disita darinya. Di paspor itu, nama dan tanggal lahirnya telah diubah.

Di pabrik itu setiap hari ia harus bekerja selama 12 jam, dan terus berdiri sepanjang jam kerja. Reni juga harus bersinggungan dengan bahan kimia dalam pekerjaannya, namun ia tidak diberi sarung tangan atau pun masker pelindung. “Tangan saya terluka karena bahan-bahan kimia tersebut. Perusahaan tempat saya bekerja tidak mau memberikan perawatan medis dan malah memaksa saya untuk terus bekerja. Setelah 11 bulan, saya tidak tahan lagi, sehingga saya melarikan diri. Namun saya tertangkap oleh Kepolisian Malaysia dan mereka menahan saya selama lima bulan karena saya adalah buruh migrant gelap yang tidak mempunyai surat-surat yang sah. Saya kemudian dideportasi ke Medan. Di sana saya bekerja sebagai penjaga toko selama dua bulan untuk memperoleh cukup uang demi perjalanan kembali ke kampung halaman.”

Sumber: Safitri, 2001

1. Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2. Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3. Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?

Kisah #3

Yuen adalah anak perempuan sebuah keluarga yang amat sederhana di Singkawang, Kalimantan. Pada bulan November 1993, ia menikah dengan perantaraan seorang calo. Saat itu ia baru berusia 17 tahun. Calon suaminya adalah mekanik berusia 35 tahun asal Taiwan. Orang tua Yuen menerima Rp.1,5 juta untuk kontrak pernikahan itu. Setelah menikah, Yuen dan suaminya tinggal di sebuah flat di Taipei. Lima bulan kemudian Yuen hamil dan melahirkan seorang putra pada bulan Desember 1994. Suaminya ternyata suka mabuk-mabukan dan berjudi, sehingga mereka dibelit kesulitan keuangan. Seorang kawannya dari Indonesia yang juga menikah dengan lelaki Taiwan lalu membantunya memperoleh pekerjaan gelap di sebuah pabrik elektronik. Berkat pekerjaannya itu, Yuen dapat menabung sebagian gajinya dan mengirimkan uang kepada orang tuanya setiap 2-3 bulan sekali. Suatu malam di bulan Maret 1995, suaminya pulang dalam keadaan mabuk. Mengetahui bahwa Yuen mempunyai tabungan, ia menyuruh Yuen untuk menyerahkannya kepadanya. Semula Yuen menolak, namun setelah ia memukulinya, Yuen terpaksa memberikan semua uang yang telah ia sembunyikan. Ia lalu menelepon ibunya untuk mengungkapkan apa yang terjadi. Ibunya menasihatinya agar bersabar dan mencurahkan lebih banyak perhatian kepada anaknya. Namun suaminya terus memukulinya dan memaksanya untuk menyerahkan seluruh gajinya. Ia juga mulai mengurungnya di rumah karena takut kalau Yuen akan melarikan diri. Dengan bantuan temannya, ia berhasil menyelundupkan perhiasan dan pakaiannya keluar rumah setiap kali ia pergi kerja. Setelah menabung cukup uang untuk membeli tiket pulang, ia dan anaknya kembali ke Indonesia pada bulan September 1996. Tetapi ayah Yuen sama sekali tidak merasa iba dan malah menyalahkannya karena tidak mampu mempertahankan pernikahannya. Ia merasa terbeban dengan kembalinya Yuen ke rumah.

Sumber: Safitri, 2001

1. Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2. Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3. Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?

Kisah #4

Lisa adalah seorang gadis cantik berusia 15 tahun yang sempat mengecap pendidikan sampai tingkat SLTP. Ia sering mengunjungi sebuah mal di Jakarta Selatan, tempat ia bekerja sebagai pecun. Ia mempunyai seorang saudara perempuan, sedangkan orang tuanya sudah bercerai. Keluarganya tidak kaya namun juga tidak miskin. Lisa awalnya diperkenalkan kepada gaya hidup pecun oleh kakak perempuannya yang beberapa tahun lebih tua darinya dan pada waktu itu telah bekerja sebagai pecun. Melalui kakaknya ia mulai belajar nongkrong atau menghabiskan waktu di mal untuk melakukan peresperes, yaitu menemani para lelaki ketika mereka sedang makan dan membiarkan mereka meraba-raba dirinya. Dengan melakukan hal ini Lisa memperoleh uang untuk membeli barang-barang konsumsi yang ia sukai seperti baju, kosmetik dan perhiasan. Ia juga menghambur-hamburkan uangnya untuk bersenang-senang, pergi ke klub, nonton film dan nongkrong di hotel. Ia kemudian keluar dari sekolahnya. Setelah beberapa lama bergaul di dalam lingkungan ini, ia mulai melakukan hubungan seks dan bekerja sebagai pecun. Ia amat populer di kalangan pelanggannya karena ia masih muda, cantik dan sedikit bertampang indo. Karena itu ia dapat mengenakan tarif antara Rp.300.000,00 sampai Rp.500.000,00 per transaksi. Penghasilannya membuatnya sanggup hidup mandiri di sebuah rumah kos yang dihuni berdua dengan kakaknya, dan membayar kebutuhan hidup mereka berdua selain menyisihkan dana untuk bersenang-senang dan untuk menikmati gaya hidup mewah. Kadang-kadang ia juga mengkonsumsi narkoba untuk selingan. Pada saat ini, Lisa senang dengan kehidupannya.

Sumber : Wawancara 2003 dengan YPI

1. Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2. Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3. Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?


Kisah #5

Inem adalah anak perempuan tertua dari keluarga beranak lima di Jawa Tengah. Setelah orang tuanya bercerai, ia tinggal dengan ibu dan ayah tirinya. Ibunya adalah seorang ibu rumah tangga sedangkan ayah tirinya bekerja sebagai tukang becak dan sesekali sebagai buruh tani di lahan milik orang lain. Inem telah lulus SD dan selama bersekolah, ia juga bekerja di sebuah pabrik obat di desanya untuk menambah penghasilan keluarga. Ia pertama kali berhubungan seks dengan pacarnya, ketika ia masih tinggal dengan keluarganya.

Ketika ia berumur 15 tahun, ia ditawari pekerjaan sebagai PRT di Jakarta oleh seorang calo yang datang ke desanya. Mula-mula ia dikirim ke sebuah penampungan di mana ia direkrut oleh seorang majikan untuk bekerja sebagai pelayan di restoran Jepang dengan gaji tinggi. Pada kenyataannya, alih-alih bekerja sebagai pelayan, ia dikirim ke sebuah lokalisasi. Setelah itu, ia dipaksa untuk bekerja setiap hari dari jam 6 sore sampai jam 3 pagi. Setiap pelanggan hanya diberi waktu 15 menit agar Inem dapat melayani sebanyak mungkin pelanggan. Setiap hari ia melayani antara 10 sampai 20 pelanggan. Ia mendapat Rp.22.500,00 dari setiap pelanggan yang dilayani dan sekitar Rp.1.500.000,00 per bulan sementara germonya mendapat Rp.7.500,00 per pelanggan untuk sewa kamar. Ia bekerja di lokalisasi ini selama lima bulan karena ia terikat utang kepada pemilik rumah bordil yang telah membayar kepada calo yang pertama kali merekrutnya. Kemudian ia pindah ke lokalisasi lain. Setiap bulan ia mengirim uang kepada keluarganya untuk membayar biaya sekolah adik lelaki dan perempuannya. Orang tuanya tidak mengetahui pekerjaan seperti apa yang ia lakukan di Jakarta.

Source: Agustinanto, 2001: 96-116

1. Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2. Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3. Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?

Kisah #6

“Setelah berhenti sekolah, saya pindah ke Semarang selama beberapa tahun dan menjual jamu sampai saya dinikahkan. Pak Marmo, seorang kerabat saya, mengatur pernikahan itu. Ia dan paman ayah saya adalah rekan kerja. Suatu hari, saya diperintahkan untuk pulang ke kampung. Saya harus pergi ke rumah paman calon suami saya, di mana ia telah menunggu saya. Perasaan saya? Sebelum bertemu dengan suami saya untuk pertama kalinya, saya bermimpi dikejar seekor ular. Seminggu setelah bermimpi seperti itu, saya mendapat sebuah surat yang memberitahu saya untuk pulang ke rumah karena saya akan dinikahkan. Mimpi itu adalah pertanda buruk. Namun saya tetap mematuhi perintah itu, karena kalau kita mau mendengarkan orang tua kita, maka mereka akan menolong kita jika suatu hari kita mengalami kesulitan.”

Sumber : Ibu Tini, seperti yang dikutip dalam Berninghausen & Kerstan, 1991: 113

1. Kasus ini termasuk trafficking atau bukan ?
2. Apa ciri-cirinya jika termasuk trafficking ?
3. Kalau ya, siapa traffickernya ? Dan siapa pula perekrutnya ?
4. Siapa korbannya ?
5. Apa modus operandinya ?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar