BERBAGI
CERITA
Tanggal 21 Nopember 2012 secara tidak sengaja saya membaca
sebuah berita kecil di sudut koran Jawa Pos, yang berisikan berita tentang diselenggarakannya
sebuah pameran tentang human trafficking di Tunjungan Plaza 2 Surabaya. Pameran
tersebut diselenggarakan oleh sebuah perusahaan pengelola Tunjungan Plaza 2
yang bekerja sama dengan beberapa lembaga swadaya masyarakat seperti Komisi
Perempuan Indonesia Jawa Timur dan beberapa Universitas dari Fakultas
Tekhnologi.
Dari sejak semula saya pribadi yang tadinya tidak mengenal
apa itu Human Trafficking, bagaimana perdagangan manusia, memang menunggu
sebuah kegiatan yang berhubungan dengan hal ini. Dan kebetulan saya membaca dan
ternyata kegiatan tersebut masih berlangsung.
Dan untuk mengobati rasa penasaran dan terlebih keingintahuan saya akan
masalah ini, terutama mencoba mencari informasi dan data yang lebih banyak lagi,
saya mencoba datang dan melihat bagaimana kegiatan tersebut.
Ternyata tidak hanya pameran yang ada namun juga beberapa
kegiatan, misalnya sosialisasi, kampanye Fight Againts Human Trafficking, dan
ada juga pertandingan Golf.
Dan sungguh, saya amat miris dengan apa yang disajikan dalam
pameran tersebut. Data yang saya peroleh
tentang masalah ini terutama tentang berita dan modus modusnya ternyata masih
sedikit. Tidak salah jika dikatakan bahwa perdagangan manusia ini merupakan
sebuah Fenomena gunung Es. Terlihat kecil di atas namun di bawah amat sangat
luas dan besar.
Sebelum di lakukan pameran ini beberapa lembaga sepertinya
telah melakukan sosialisasi terhadap anak anak. Hal itu terlihat dengan
banyaknya gambar dan coretan dari anak anak di surabaya yang berusaha
memberikan gambaran tentang apa itu human trafficking. Sebuah usaha yang
sepertinya layak diajungi jempol dengan mengenalkan bahayanya perdagangan
manusia di kalangan anak anak ( dan kebetulan juga saya mengajak anak saya
sehingga mereka juga sempat mengetahui dan melihat langsung melalui gambar dan
film yang disajikan ).
Hanya yang saya sayangkan, perhatian akan masalah ini
sepertinya masih jauh dari perhatian umum.
Hal ini terlihat dari sedikitnya peserta dan pengunjung pameran
tersebut. Masih kalah ramai dengan pengunjung pameran batik dan mobil di Hall
sebelah.
Sungguh….sungguh…. disayangkan . Sebuah kejahatan
Transnasional terbesar ke tiga di dunia, yang nota bene bisa menimpa siapa saja
masih sedikit yang memperhatikan dan memperdulikannya. Sebuah tindak kejahatan yang sewaktu waktu
bisa menimpa anak anak penerus bangsa ini masih di kesampingkan. Ironi yang
saya pikir tidak akan ada habisnya jika masyarakat
masih memandang sebelah mata terhadap masalah ini. Disatu sisi mereka
membutuhkan pekerjaan untuk kehidupan mereka, di satu sisi pekerjaan itu bisa
membunuh mereka sewaktu waktu.
Sosialisasi , pemahaman kepada masyarakat luas terutama terhadap
mereka yang rentan terhadap masalah ini, maupun penegakan hukum sendiri adalah
sebuah usaha yang tidak bisa berhenti begitu saja. Berbagai daya dan upaya
harusnya bisa dikerjakan secara bersama jika kita yang mempunyai hati yang memperdulikan
martabat dan hak manusia sebagai Citra Allah, mencoba bersatu dalam karya terhadap
perlawanan perdagangan manusia, khususnya perempuan dan anak. Satu Hati.
Penulis : Dadank
The Government of Indonesia does not fully comply with the minimum standards for the elimination of trafficking; however, it is making significant efforts to do so.
The government did not make progress in curbing the trafficking complicity of Indonesian security personnel and senior officials and increasing the effectiveness of law enforcement and judicial officials in upholding the country's anti-trafficking laws, as would be indicated by an increase in the number of prosecutions and convictions of traffickers.
While Indonesian National Police (INP) investigators used the 2007 law to prepare cases for prosecution, some prosecutors and judges still use other, more familiar laws to prosecute traffickers.
Police and other law enforcement officials complained about the difficulty of coordinating among police, prosecutors, witnesses, and courts to obtain successful convictions.
Beberapa Minggu Terakhir ini Surabaya, salah satu kota Metropolitan di Indonesia sedang di hebohkan dengan terkuaknya jaringan prostitusi kelas kakap maupun jaringan jaringan prostitusi lainnya. Dan lebih menariknya lagi, pemerintah kota surabaya sendiri dengan dikomando langsung oleh Walikotanya , Ibu Tri Rismaharini , sedang gencarnya melakukan upaya upaya pencegahan terhadap bahaya apa yang disebut dengan PERDAGANGAN MANUSIA Atau PERBUDAKAN MODERN [ … ] . ( Hanya yang sangat saya sayangkan, gerakan ibu Walikota ini justru dianggap tebar pesona oleh beberapa kalangan DPRD sendiri ( ??? ) )
Belum lagi maraknya gerakan gerakan anti perdagangan manusia secara nasional. “ Indonesia For Freedom “ oleh Sarah dan “MTV EXIT “ dengan Dian Sastrowardoyo sebagai salah satu duta gerakan anti perdagangan manusia.
Sungguh sebuah dinamika kehidupan yang cukup Ironis. Pergulatan antara si jahat dan si baik , Perlawanan antara yang benar dan salah atau pertarungan antara si hitam dan si putih…..Siapakah yang akan menjadi pemenangnya ????
Kalau saya boleh bilang …Tidak akan ada pemenang maupun yang kalah. Mengapa ? Karena ini adalah sebuah lingkaran yang tidak ada ujung pangkalnya. Saat ujungnya hampir habis, akan disambung lagi dengan pangkal yang lain. Semua saling berkaitan, saling berhubungan dan saling berkepentingan meskipun kepentingan dalam tanda kutip. Seperti halnya hukum ekonomi. Ada Penawaran pasti ada Permintaan dan ada Permintaan pasti ada Penawaran.
Dimana manusia adalah citra Allah untuk berkuasa atas semua mahluk sebagai wakil yang mewakilkan sang Pencipta. Tugas dari manusia sebagai citra Allah selain berkuasa, juga mengusahakan agar seluruh ciptaan memuliakan Allah. Keberadaan manusia sebagai citra Allah merupakan sebuah anugerah sekaligus tugas bagi setiap manusia
Sumber : [ ...]
Seseorang yang semula bekerja sebagai pembantu rumah tangga dimana penempatannya melalui agen, akan bisa masuk kedalam jaringan prostitusi. Terjerat Hutang misalnya.
Seorang Pelajar yang melakukan pertukaran pelajar di luar negeri , akan mudah saja oleh para trafficker tersebut di larikan ke negara lain. Apalagi jika mereka adalah Perempuan.
Tekanan dan siksaan fisik juga psikologis tak lagi dapat mereka elakkan. Mereka bagai sapi perah, atau barang sekali pakai jadi harus terus digunakan, yang terus dikeruk habis oleh “pemilik” mereka, pada akhirnya setelah mereka dianggap tak “layak” lagi mereka dibuang . Tak sedikit dari korban tersebut yang bunuh diri karena tak sanggup lagi menahan siksaan yang mereka hadapi.
Dan bagi korban yang selamat dari perdagangan manusia, tidak jarang mereka mengalami keadaan yang jauh lebih buruk.
Korban yang beruntung, dapat melarikan diri dari perbudakan sex tersebut. Para korban yang lari dan akhirnya selamat merasakan dampak psikologis yang tidak sederhana.
Gangguan stres yang dialami korban pelecehan seksual, perkosaan, dan kekerasan seringkali disebut Gangguan Stres Pasca Trauma (Post Traumatic Stress Disorderatau PTSD).
Untuk menyembuhkan Gangguan Stres Pasca Trauma kepada para korban diperlukan bantuan medis ataupun psikologis.
Belum lagi ancaman terhadap HIV / AIDS , Cacat Tubuh dan cacat mental akibat penganiayaan selama di penampungan atau di tempat kerja, suami / istri menikah lagi karena korban terlalu lama pergi dan tidak ada kabar berita. Dan banyak lagi penderitaan yang di akibatkan oleh kejahatan Transnasional tersebut.
PENEGAKAN
HUKUM
Dalam Kasus yang sedang hangat terjadi di surabaya dan Indonesia umumnya ini, sungguh sangat memprihatinkan sekali. Disaat salah satu aparat pemerintah sedang giat bekerja untuk melakukan gerakan anti perdagangan manusia, aparat yang lain seolah hanya “ separuh nafas “ dalam menanganinya.
Mungkin tidak salah jika akhirnya dalam Laporan Tahunan dari Pemerintah Amerika Serikat tersebut menyatakan “…Police and other law enforcement officials complained about the difficulty of coordinating among police, prosecutors, witnesses, and courts to obtain successful convictions….”
( Polisi dan pejabat penegak hukum lainnya mengeluhkan sulitnya koordinasi antara polisi, jaksa, saksi, dan pengadilan untuk memperoleh suatu keputusan yang sama.)
Seringkali penggunaan Pasal 296 KUHP dan Pasal 506 KUHP membuat para pelaku dengan mudah akan terbebas dari tuntutan yang tinggi. Pasal tersebut seringkali juga dikenakan terhadap pelaku Kelas Kakap maupun Kelas Teri. Bandingkan dengan UU RI NO 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG ( TPPO ).
TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
BAB II
TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG
Pasal 2
(1) Setiap orang yang melakukan perekrutan, pengangkutan, penampungan,pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan,penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat walaupun memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain, untuk tujuan mengeksploitasi orang tersebut di wilayah negara Republik Indonesia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120.000.000,00 (seratus dua puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).
(2) Jika perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang tereksploitasi, maka pelaku dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
KUHP
Pasal 296 KUHP.
“Barang siapa yang pencahariannya dan kebiasaannya yaitu dengan sengaja mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain dihukum penjara selama-lamanya satu tahun empat bulan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 15.000,-.”
Pasal 506 KUHP.
“Barang siapa sebagai mucikari (souteneur) mengambil untung dari pelacuran perempuan, dihukum kurungan selama-lamanya tiga bulan.”
Dan dalam kasus Keyko ini, ada kalangan DPRD yang berpendapat untuk menambahkan pasal tuntutan dengan UU ITE. Karena dalam prosesnya mereka telah menggunakan sarana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dalam hal ini menggunakan jejaring sosial Facebook.
Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, I Wayan Titip Sulaksana mengatakan, dalam kasus bisnis prostitusi yang dikendalikan Keyko, penyidik seharusnya juga menjerat tersangka dengan UU ITE. Karena menurutnya, tersangka dalam menjalankan bisnisnya tidak hanya menggunakan media ponsel, tapi juga menggunakan jejaring sosial Facebook. “Buktinya, tersangka juga menggunkan media Facebook untuk menawarkan koleksinya,” tandasnya.
Sedangkan untuk TPPO sendiri akan sulit dibuktikan, karena polisi tak pernah memeriksa korban yang diperjual belikan Keyko.
Mungkinkah dengan demikian PROSES , CARA , dan TUJUAN dari perdagangan manusia itu sendiri menjadi terabaikan ??
Bandingkan dengan berita berita ini ….
Polisi Bekuk Penjual 6 Perempuan Lewat Facebook
Ia dijerat dengan pasal berlapis, yakni Pasal 297 juncto 506 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
Mami Las Divonis Tiga Tahun Penjara
hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp 120 juta.
Sama-SamaPelaku Trafficking, Satu Terdakwa Divonis 4 Tahun Lainnya Bebas
Jika Budi harus mendapat vonis empat tahun penjara, Mudang malah dibebaskan.
Perempuan Penjualan Bayi KembarDivonis 6 Tahun
Nah, bisa dibayangkan, bagaimana Jaringan sekaliber ini saja bisa lolos dari jeratan hukum sedangkan jaringan jaringan yang kecil selalu menjadi bahan diplomasi bagi pembelaan di masyarakat internasional bahwa di negara ini telah ada tindakan dalam penanggulangan human trafficking.
Apakah Undang Undangnya yang masih lemah dan masih ada celah ataukah Aparat nya yang masih kurang mampu dalam mengimplementasikan penegakan hukumnya ?
Berita Terkait :
Polda Jatim Yakinkan Tak Ada Keterlibatan Perwira Polisi di Kasus Keyko
Pemilik Apartemen Berpotensi Tersangka
Lagi-lagi Walikota Surabaya Marahi Germo
Ratu Prostitusi Keyko hanya Dijerat Pasal 6 Bulan Penjara
Ratu Germo’ Lolos dari UU ITE
Satu Terdakwa Divonis 4 Tahun Lainnya Bebas
Tidak ada komentar:
Posting Komentar