VISI KAMI

“ AGAR HAK DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH DIAKUI DAN DIHORMATI. ”

Minggu, 19 Agustus 2012

MARTABAT PEREMPUAN DALAM THEOLOGI BIBLIS


I.    Kejadian 1
Dalam Kitab Kejadian bab 1 dunia dan seluruh isinya dilukiskan sebagai hasil karya ciptaan Allah, ditulis sebagai berikut:
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.” Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. … Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik (Kejadian 1:26-27.31a).

Dari kutipan di atas, dapat diwahyukan bahwa
1)             Laki-laki dan perempuan diciptakan sebagai hasil keputusan yang khusus dari Allah.
2)             Laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang berasal dari Allah yang satu dan sama.
3)             Laki-laki dan perempuan, entah bersama-sama atau secara terpisah, memiliki “keserupaan” dengan Allah. Sebagai “gambar” Allah, baik laki-laki maupun perempuan, mereka dimungkinkan untuk (1) berelasi dengan Allah sebagai orang-tua (parent), dengan-Nya mereka memiliki “keserupaan,” (2) bertindak menurut teladan-Nya, (3) melanjutkan karya penciptaaan-Nya, entah melalui eksistensi manusia yang lain atau dengan memelihara dunia ciptaan-Nya.
4)             Laki-laki dan perempuan memiliki martabat yang sama dalam segala aspeknya. Martabat mereka didasarkan pada “keserupaan” mereka dengan Allah, yang mendorong mereka untuk dapat melampaui apa yang dapat mereka capai dan “mendekati” apa yang telah direncana-kan oleh Allah bagi hidup mereka.

II. Kejadian 2
Versi lain dari kisah penciptaan terdapat dalam Kitab Kejadian bab 2 (yang ditulis abad 9-8 SM). Di sini dikisahkan bahwa laki-laki diciptakan oleh Allah lebih dulu (Kejadian 2:7). Laki-laki itu diciptakan dari debu tanah (‘adamah), oleh karenanya ia disebut Adam (berasal dari tanah). Sedangkan perempuan diciptakan kemudian. Menurut penulis Kitab Kejadian, motivasi dari Allah untuk menciptakan perempuan adalah karena “Tidak baik, kalau manusia [laki-laki] itu sendirian” sehingga Allah merasa perlu untuk “menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia” (ayat 18), sebab dari antara semua ternak, burung-burung di udara dan segala binatang di hutan, manusia [laki-laki] “tidak menjumpai penolong yang sepadan dengan dia” (ayat 20). Perempuan itu diciptakan oleh Allah dari tulang rusuk laki-laki (ayat 21-22). Ketika laki-laki melihat perempuan itu, ia berkata: “Inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku” (ayat 23). Lebih lanjut dikisahkan: “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (ayat 24).
Dari dua kisah di atas, disimpulkan bahwa selain menciptakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan dengan martabat yang sama, Allah juga membuat mereka berelasi dalam kesetaraan, kesalingan (mutuality and reciprocity), dan dalam suasana yang harmonis (bdk. Kejadian 2:8-25). Bagi penulis Kitab Kejadian, kendati perempuan diciptakan menyusul penciptaan laki-laki bahkan diambil dari tulang rusuknya namun sama sekali tidak ada maksud untuk menempatkan perempuan sebagai makhluk ciptaan kelas dua dan lebih rendah derajatnya daripada laki-laki.

1.2. Sikap dan Tindakan Yesus
“Impian Allah” tentang kesetaraan antara laki-laki dan perempuan seperti diungkapkan dalam Kitab Suci Ibrani tersebut di atas, dalam perjalanan waktu ternyata mengalami kehancuran karena pelbagai macam penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan terhadap kaum perempuan. Yesus Kristus, dalam seluruh hidup dan karya pelayanan-Nya, mengusahakan agar impian Allah tersebut dapat diwujudkan kembali. Hal ini dengan sangat jelas nampak antara lain dalam peristiwa-peristiwa berikut:
Pertama, di kala tradisi Yudaisme hanya memperbolehkan orang laki-laki dewasa menjadi murid seorang Rabbi untuk mempelajari Kitab Taurat, Yesus juga memberi hak yang sama kepada para perempuan untuk menjadi murid-murid-Nya, seperti Marta (bdk. Injil Lukas 10:38-42).
Kedua, berbeda dengan kebiasaan orang-orang sejaman-Nya yang menempatkan kaum perempuan semata-mata dalam wilayah domestik, Yesus justru memanggil mereka untuk menjadi murid-murid-Nya, berjalan berkeliling bersama dengan Dia dan para murid laki-laki lainnya dari desa ke desa dan dari kota ke kota untuk mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat; dan para perempuanlah yang membiayai semuanya itu (bdk. Injil Lukas 8:1-3).
Ketiga, penyembuhan terhadap seorang perempuan yang telah dirasuki oleh setan sehingga ia sakit sampai bungkuk punggungnya selama delapan belas tahun (Injil Lukas 13:10-17). Yesus menyembuhkan perempuan itu di rumah ibadat pada hari Sabat. Tindakan Yesus ini mengundang kemarahan kepala rumah ibadat. Ketika orang tersebut memarahi orang banyak dan Yesus (yang telah melanggar hukum Sabat; yakni, pada hari Sabat orang tidak boleh melakukan sesuatu kecuali beribadat kepada Allah), Yesus menjawab: “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?
Bukanlah perempuan ini, yang sudah delepan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?” (ayat 15-16). Sebutan “keturunan Abraham” biasanya hanya dipakai untuk orang laki-laki dalam bentuk plural. Dengan menyebut perempuan tersebut sebagai keturunan Abraham, Yesus ingin menunjukkan bahwa seperti dikehendaki oleh Allah sendiri (semua) perempuan juga merupakan bagian dari keturunan Abraham; dan Ia juga mengakuinya sebagai seorang pribadi yang memiliki martabat yang setara dengan laki-laki. Sekaligus ingin ditunjukkan bahwa dengan “menegakkan punggungnya yang bongkok” itu, Yesus membebaskan dia dari pelbagai macam belenggu yang menghalangi dia untuk berelasi dalam kesetaraan.
Keempat, berkaitan dengan perceraian. Terhadap hukum yang mengatakan bahwa seorang laki-laki berhak menceraikan istrinya dengan alasan apa saja, Yesus mengatakan dua hal: (1) pada dasarnya perceraian itu dalam situasi yang wajar tidak diperbolehkan dan hukum [tentang perceraian] itu ditulis karena hati mereka (laki-laki) degil; (2) yang terkena oleh hukum tentang perzinahan bukan hanya perempuan tetapi juga laki-laki (bdk. Injil Matius 19:1-9; Injil Markus 10:1-12).
Kelima, ketika masyarakat menganggap bahwa kaum perempuan tidak dapat berpikir jernih, dan karenanya suara mereka tidak perlu didengarkan, Yesus justru belajar dari seorang perempuan “kafir” sehingga Ia mamahami bahwa tugas pengutusan-Nya untuk mewartakan karya keselamatan Allah ternyata diperuntukkan bagi semua bangsa (bdk. Wanita Tirus yang anaknya kerasukan setan, Mrk 7:24-30).
Keenam, setelah kebangkitan-Nya, Yesus juga mempercayakan kepada beberapa orang murid-Nya yang perempuan untuk mewartakan kepada para murid-Nya yang laki-laki peristiwa agung dan sangat penting dalam sejarah keselamatan umat manusia: kebangkitan-Nya dari kematian (bdk. Mt 28:7-10; Mk 16:7-8; Lk 23:9-10; Yoh 20:17-18).

1.1.   Allah Bagaikan Seorang Perempuan yang Melahirkan
                Kitab nabi Yesaya (42:14) melukiskan bagaimana Allah begitu sedih dan pedih hati-Nya, bagaikan seorang perempuan yang bergulat dengan rasa sakitnya ketika melahirkan bayinya, karena manusia menyembah berhala dan gagal untuk melaksanakan keadilan: “….. sekarang Aku mau mengerang seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan megap-megap.”
                Dalam Kisah para Rasul (17:25c.28), Paulus mengatakan bahwa Allah adalah yang memberikan hidup dan nafas serta segala sesuatu kepada semua orang, sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada. Pengalaman seperti ini secara nyata dialami oleh setiap orang ketika ia berada di dalam rahim ibunya. Refleksi Paulus ini juga menunjukkan bahwa semua umat manusia dengan keragaman kebangsaan, keagamaan, aliran politik, status sosial, dll. hidup, bergerak dan berada dalam rahim kosmik Allah.
                Gambaran tentang Allah yang melahirkan anak-Nya ini juga diungkapkan dalam kitab Ulangan (32:18): “Gunung batu yang memperanakkan engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau.”
                Kitab Ayub (38:8.28-29) melukiskan bahwa dari rahim Allah telah dilahirkan bukan hanya manusia, melainkan juga seluruh makhluk hidup lainnya yang mengagumkan. Hal yang sama juga dilukiskan dalam Kisah para Rasul (17: 28). 
                Dalam injil Yohanes (16: 21), Yesus menggunakan gambaran perempuan yang sedang mengalami rasa sakit melahirkan untuk melukiskan pengalaman-Nya menghadapi “saat-Nya” (untuk disalibkan guna melahirkan kehidupan baru): “Seorang perempuan berdukacita saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak lagi ingat akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah dilahirkan di dunia.”
                Dalam injil yang sama (Yoh 3:6) Yesus juga berbicara mengenai Roh Kudus sebagai ibu: “Apa yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari roh adalah roh.” Dalam prolog Injil Yohanes dikatakan bahwa mereka yang percaya kepada Allah adalah anak-anak Allah, yakni mereka yang diperanakkan dari Allah (Yoh 1: 12-13).

1.2.    Allah Bagaikan Seorang Perempuan yang Menyusui dan Memberikan makan kepada Anak-anak-Nya
                Allah tidak hanya membawa kita dalam rahim-Nya dan melahirkan kita dalam penciptaan dan penyelamatan, melainkan juga menyusui dan membesarkan kita. Allah tidak akan pernah melupakan kita, seperti seorang ibu terhadap bayi yang sedang disusuinya. Hal ini dengan sangat indah dilukiskan dalam kitab nabi Yesaya (49:15): “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya yang masih menyusu, sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun ada perempuan yang melupakan anaknya, Aku tidak akan melupakan engkau.”
                Masih dalam kitab yang sama, Allah yang menyelamatkan digambarkan sebagai seorang ibu yang memberikan air susu kepada bayinya sampai ia merasa kenyang, memberikan penghiburan dan rasa aman kepada anaknya itu dengan menggendong serta membelainya di pangkuannya:
                Bersukacitalah bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang mencintainya! Bergiranglah bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karena-nya! Supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu, supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas. Sebab beginilah firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. Seperti seseorang yang dihibur ibunya,  demikianlah Aku ini akan menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem (Yes 66:10-13).

                Kitab Bilangan (11:12-13) melukiskan kejengkelan Musa ketika ia merasakan bahwa ia harus mengambil oper tanggungjawab Allah yang melahirkan umat Israel sebagai anak-anak-Nya:
                Akukah yang mengandung seluruh bangsa ini atau akukah yang mela-hirkannya, sehingga Engkau berkata kepadaku: Pangkulah dia seperti seorang pengasuh memangku anak yang menyusu, …. Dari manakah aku mengambil daging untuk diberikan kepada bangsa ini? Sebab mereka menangis kepadaku dengan berkata: Berilah kami daging untuk dimakan.

                Bukan hanya Kitab Suci yang mempergunakan perempuan yang sedang menyusui anaknya untuk melukiskan ciri khas feminin Allah, melainkan juga beberapa pujangga Gereja. Santo Agustinus –yang hidupnya porak poranda karena mengalami kekerasan dari ayahnya namun merasakan kasih yang begitu besar dari ibunya– menggambarkan pengalamannya akan Kristus sebagai seorang ibu yang menyusui anaknya.
HUMAN TRAFFICKING: MEMPERLAKUKAN MANUSIA SEBAGAI SESUATU (BARANG)
Fokus : pada perempuan

1. Manusia sebagai Gambar dan Rupa Allah
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, MENURUT GAMBAR ALLAH diciptakan-Nya dia; LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN diciptakan-Nya mereka.

--------  HUMAN TRAFFICKING: Perbudakan manusia

·  Manusia harus menjadi TUAN ATAS DIRINYA SENDIRI, dan hidup dalam KEBEBASAN. Manusia memiliki martabat sebagai pribadi: ia bukan SESUATU, melainkan SESEORANG.
Bdk : MENURUT GAMBAR ALLAH diciptakan-Nya dia; LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN diciptakan-Nya mereka

·  Mzm 8: 5-7: ... Engkau telah membuatnya hampir seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan hormat. Engkau menjadikannya berkuasa atas buatan tangan-Mu, segala-galanya telah Kauletakkan di bawah kakinya

2.  Manusia sebagai pusat dan tujuan akhir
·           GS 12: ... Segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan kepada manusia sebagai PUSAT DAN PUNCAKnya.

HUMAN TRAFFICKING: Pengkhianatan atas kemuliaan, kehormatan, kebebasan manusia, terutama karena manusia diperlakukan sebagai SARANA dan bukan TUJUAN.

HUMAN TRAFFICKING: BUKTI YANG NYATA BAHWA PENDERITAAN KRISTUS
MASIH BELANJUT SAMPAI SEKARANG
SIKAP KITA: GS 1: Kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama yang miskin dan menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar