I. Kejadian 1
Dalam Kitab Kejadian bab 1
dunia dan seluruh isinya dilukiskan sebagai hasil karya ciptaan Allah, ditulis
sebagai berikut:
Berfirmanlah Allah: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita,
supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan
atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap
di bumi.” Maka Allah menciptakan manusia
itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya
dia; laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka. … Maka Allah
melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh
amat baik (Kejadian 1:26-27.31a).
Dari kutipan di atas, dapat diwahyukan bahwa
1)
Laki-laki dan perempuan diciptakan sebagai hasil keputusan yang khusus dari
Allah.
2)
Laki-laki dan perempuan merupakan makhluk yang berasal dari Allah yang satu
dan sama.
3)
Laki-laki dan perempuan, entah bersama-sama atau secara terpisah, memiliki
“keserupaan” dengan Allah. Sebagai “gambar” Allah, baik laki-laki maupun
perempuan, mereka dimungkinkan untuk (1) berelasi dengan Allah sebagai
orang-tua (parent), dengan-Nya mereka
memiliki “keserupaan,” (2) bertindak menurut teladan-Nya, (3) melanjutkan karya
penciptaaan-Nya, entah melalui eksistensi manusia yang lain atau dengan memelihara
dunia ciptaan-Nya.
4)
Laki-laki dan perempuan memiliki martabat yang sama dalam segala aspeknya.
Martabat mereka didasarkan pada “keserupaan” mereka dengan Allah, yang
mendorong mereka untuk dapat melampaui apa yang dapat mereka capai dan
“mendekati” apa yang telah direncana-kan oleh Allah bagi hidup mereka.
II. Kejadian
2
Versi lain dari kisah penciptaan terdapat dalam Kitab Kejadian bab 2 (yang ditulis abad
9-8 SM). Di sini dikisahkan bahwa laki-laki
diciptakan oleh Allah lebih dulu (Kejadian 2:7). Laki-laki itu diciptakan
dari debu tanah (‘adamah), oleh
karenanya ia disebut Adam (berasal dari tanah). Sedangkan perempuan diciptakan
kemudian. Menurut penulis Kitab Kejadian, motivasi dari Allah untuk menciptakan
perempuan adalah karena “Tidak baik, kalau manusia [laki-laki] itu sendirian”
sehingga Allah merasa perlu untuk “menjadikan penolong baginya yang
sepadan dengan dia” (ayat 18), sebab dari antara semua ternak,
burung-burung di udara dan segala binatang di hutan, manusia [laki-laki] “tidak menjumpai penolong yang sepadan
dengan dia” (ayat 20). Perempuan itu diciptakan oleh Allah dari tulang
rusuk laki-laki (ayat 21-22). Ketika laki-laki melihat perempuan itu, ia
berkata: “Inilah tulang dari tulangku
dan daging dari dagingku” (ayat 23). Lebih lanjut dikisahkan: “Sebab itu
seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan
istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging” (ayat 24).
Dari dua kisah di atas, disimpulkan bahwa selain menciptakan
manusia sebagai laki-laki dan perempuan dengan martabat yang sama, Allah juga membuat
mereka berelasi dalam kesetaraan, kesalingan (mutuality and reciprocity), dan dalam suasana yang harmonis
(bdk. Kejadian 2:8-25). Bagi penulis Kitab Kejadian, kendati perempuan diciptakan menyusul penciptaan
laki-laki bahkan diambil dari tulang rusuknya namun sama sekali tidak ada
maksud untuk menempatkan perempuan sebagai makhluk ciptaan kelas dua dan lebih
rendah derajatnya daripada laki-laki.
1.2. Sikap dan Tindakan Yesus
“Impian Allah” tentang kesetaraan antara
laki-laki dan perempuan seperti diungkapkan dalam Kitab Suci Ibrani tersebut di
atas, dalam perjalanan waktu ternyata mengalami kehancuran karena pelbagai
macam penindasan dan ketidakadilan yang dilakukan terhadap kaum perempuan. Yesus Kristus, dalam seluruh hidup dan
karya pelayanan-Nya, mengusahakan agar impian Allah tersebut dapat diwujudkan
kembali. Hal ini dengan sangat jelas nampak antara lain dalam
peristiwa-peristiwa berikut:
Pertama, di kala
tradisi Yudaisme hanya memperbolehkan orang laki-laki dewasa menjadi murid
seorang Rabbi untuk mempelajari Kitab Taurat, Yesus juga memberi hak yang sama kepada para
perempuan untuk menjadi murid-murid-Nya, seperti Marta (bdk. Injil Lukas 10:38-42).
Kedua, berbeda dengan kebiasaan orang-orang sejaman-Nya
yang menempatkan kaum perempuan semata-mata dalam wilayah domestik, Yesus justru memanggil mereka untuk menjadi murid-murid-Nya,
berjalan berkeliling bersama dengan Dia dan para murid
laki-laki lainnya dari desa ke desa dan dari kota ke kota untuk
mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat; dan para perempuanlah yang membiayai semuanya
itu (bdk. Injil Lukas 8:1-3).
Ketiga, penyembuhan terhadap seorang
perempuan yang telah dirasuki oleh setan sehingga ia sakit sampai bungkuk
punggungnya selama delapan belas tahun (Injil
Lukas 13:10-17). Yesus menyembuhkan perempuan itu di rumah ibadat pada hari Sabat.
Tindakan Yesus ini mengundang kemarahan kepala rumah ibadat. Ketika orang
tersebut memarahi orang banyak dan Yesus (yang telah melanggar hukum Sabat;
yakni, pada hari Sabat orang tidak boleh melakukan sesuatu kecuali beribadat
kepada Allah), Yesus menjawab: “Hai orang-orang munafik, bukankah setiap orang
di antaramu melepaskan lembunya atau keledainya pada
hari Sabat dari kandangnya dan membawanya ke tempat minuman?
Bukanlah perempuan
ini, yang sudah delepan belas tahun diikat oleh Iblis, harus dilepaskan
dari ikatannya itu, karena ia adalah keturunan Abraham?” (ayat 15-16). Sebutan “keturunan Abraham” biasanya hanya dipakai untuk orang
laki-laki dalam bentuk plural. Dengan menyebut perempuan tersebut
sebagai keturunan Abraham, Yesus ingin menunjukkan bahwa
seperti dikehendaki oleh Allah sendiri (semua) perempuan juga merupakan bagian
dari keturunan Abraham; dan Ia juga mengakuinya
sebagai seorang pribadi yang memiliki martabat yang setara dengan laki-laki.
Sekaligus ingin ditunjukkan bahwa dengan “menegakkan
punggungnya yang bongkok” itu, Yesus membebaskan dia dari pelbagai macam belenggu yang
menghalangi dia untuk berelasi dalam kesetaraan.
Keempat, berkaitan dengan perceraian.
Terhadap hukum yang mengatakan bahwa seorang laki-laki
berhak menceraikan istrinya dengan alasan apa saja, Yesus mengatakan dua
hal: (1) pada dasarnya perceraian itu dalam situasi yang wajar tidak
diperbolehkan dan hukum [tentang perceraian] itu ditulis karena hati mereka
(laki-laki) degil; (2) yang terkena oleh hukum tentang perzinahan bukan hanya
perempuan tetapi juga laki-laki (bdk. Injil
Matius 19:1-9; Injil Markus
10:1-12).
Kelima, ketika masyarakat menganggap bahwa kaum
perempuan tidak dapat berpikir jernih, dan karenanya suara mereka tidak perlu
didengarkan, Yesus justru belajar dari seorang perempuan “kafir”
sehingga Ia mamahami bahwa tugas pengutusan-Nya untuk mewartakan karya
keselamatan Allah ternyata diperuntukkan bagi semua bangsa (bdk. Wanita Tirus
yang anaknya kerasukan setan, Mrk 7:24-30).
Keenam, setelah kebangkitan-Nya, Yesus juga mempercayakan kepada beberapa orang murid-Nya yang
perempuan untuk mewartakan kepada para murid-Nya yang laki-laki
peristiwa agung dan sangat penting dalam sejarah keselamatan umat manusia:
kebangkitan-Nya dari kematian (bdk. Mt 28:7-10; Mk 16:7-8; Lk 23:9-10; Yoh
20:17-18).
1.1. Allah
Bagaikan Seorang Perempuan yang Melahirkan
Kitab nabi
Yesaya (42:14) melukiskan bagaimana Allah begitu sedih dan pedih hati-Nya, bagaikan seorang perempuan yang bergulat dengan rasa sakitnya
ketika melahirkan bayinya, karena manusia menyembah berhala dan gagal untuk
melaksanakan keadilan: “….. sekarang Aku
mau mengerang seperti perempuan yang melahirkan, Aku mau mengah-mengah dan
megap-megap.”
Dalam Kisah
para Rasul (17:25c.28), Paulus mengatakan bahwa Allah
adalah yang memberikan hidup dan nafas serta segala sesuatu kepada semua orang,
sebab di dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada. Pengalaman seperti ini secara nyata dialami
oleh setiap orang ketika ia berada di dalam rahim
ibunya. Refleksi Paulus ini juga menunjukkan bahwa semua umat manusia
dengan keragaman kebangsaan, keagamaan, aliran politik, status sosial, dll.
hidup, bergerak dan berada dalam rahim kosmik Allah.
Gambaran
tentang Allah yang melahirkan anak-Nya ini juga diungkapkan dalam kitab Ulangan
(32:18): “Gunung batu yang memperanakkan
engkau, telah kaulalaikan, dan telah kaulupakan Allah yang melahirkan engkau.”
Kitab
Ayub (38:8.28-29) melukiskan bahwa dari rahim Allah telah dilahirkan bukan
hanya manusia, melainkan juga seluruh makhluk hidup lainnya yang mengagumkan.
Hal yang sama juga dilukiskan dalam Kisah para Rasul (17: 28).
Dalam
injil Yohanes (16: 21), Yesus menggunakan gambaran
perempuan yang sedang mengalami rasa sakit melahirkan untuk melukiskan
pengalaman-Nya menghadapi “saat-Nya” (untuk disalibkan guna melahirkan
kehidupan baru): “Seorang perempuan
berdukacita saat ia melahirkan, tetapi sesudah ia melahirkan anaknya, ia tidak
lagi ingat akan penderitaannya, karena kegembiraan bahwa seorang manusia telah
dilahirkan di dunia.”
Dalam
injil yang sama (Yoh 3:6) Yesus juga berbicara mengenai Roh Kudus sebagai ibu: “Apa
yang dilahirkan dari daging adalah daging, dan apa yang dilahirkan dari roh
adalah roh.” Dalam prolog Injil Yohanes dikatakan bahwa mereka yang percaya
kepada Allah adalah anak-anak Allah, yakni mereka yang diperanakkan dari Allah
(Yoh 1: 12-13).
1.2. Allah Bagaikan Seorang Perempuan
yang Menyusui dan Memberikan makan kepada Anak-anak-Nya
Allah tidak
hanya membawa kita dalam rahim-Nya dan melahirkan kita dalam penciptaan dan
penyelamatan, melainkan juga menyusui dan membesarkan
kita. Allah tidak akan pernah melupakan kita, seperti seorang ibu
terhadap bayi yang sedang disusuinya. Hal ini dengan sangat indah dilukiskan
dalam kitab nabi Yesaya (49:15): “Dapatkah seorang perempuan melupakan bayinya yang masih menyusu,
sehingga ia tidak menyayangi anak dari kandungannya? Sekalipun ada perempuan
yang melupakan anaknya, Aku tidak akan melupakan engkau.”
Masih
dalam kitab yang sama, Allah yang menyelamatkan digambarkan sebagai seorang ibu
yang memberikan air susu kepada bayinya sampai ia merasa kenyang, memberikan
penghiburan dan rasa aman kepada anaknya itu dengan menggendong serta
membelainya di pangkuannya:
Bersukacitalah
bersama-sama Yerusalem, dan bersorak-soraklah karenanya, hai semua orang yang
mencintainya! Bergiranglah
bersama-sama dia segirang-girangnya, hai semua orang yang berkabung karena-nya!
Supaya kamu mengisap dan menjadi kenyang dari susu yang menyegarkan kamu,
supaya kamu menghirup dan menikmati dari dadanya yang bernas. Sebab beginilah
firman TUHAN: Sesungguhnya, Aku mengalirkan kepadanya keselamatan seperti
sungai, dan kekayaan bangsa-bangsa seperti batang air yang membanjir; kamu akan
menyusu, akan digendong, akan dibelai-belai di pangkuan. Seperti seseorang yang
dihibur ibunya, demikianlah Aku ini akan
menghibur kamu; kamu akan dihibur di Yerusalem (Yes 66:10-13).
Kitab
Bilangan (11:12-13) melukiskan kejengkelan Musa ketika ia merasakan bahwa ia
harus mengambil oper tanggungjawab Allah yang melahirkan umat Israel sebagai
anak-anak-Nya:
Akukah yang mengandung seluruh bangsa ini
atau akukah yang mela-hirkannya, sehingga Engkau berkata kepadaku: Pangkulah
dia seperti seorang pengasuh memangku anak yang menyusu, …. Dari manakah aku
mengambil daging untuk diberikan kepada bangsa ini? Sebab mereka menangis
kepadaku dengan berkata: Berilah kami daging untuk dimakan.
Bukan
hanya Kitab Suci yang mempergunakan perempuan yang sedang menyusui anaknya
untuk melukiskan ciri khas feminin Allah, melainkan juga beberapa pujangga
Gereja. Santo Agustinus –yang hidupnya porak
poranda karena mengalami kekerasan dari ayahnya namun merasakan kasih yang
begitu besar dari ibunya– menggambarkan pengalamannya akan Kristus sebagai seorang
ibu yang menyusui anaknya.
HUMAN
TRAFFICKING: MEMPERLAKUKAN MANUSIA SEBAGAI SESUATU (BARANG)
Fokus : pada perempuan
1. Manusia sebagai Gambar dan Rupa Allah
Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, MENURUT GAMBAR
ALLAH diciptakan-Nya dia; LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN diciptakan-Nya
mereka.
-------- HUMAN TRAFFICKING: Perbudakan manusia
· Manusia harus menjadi TUAN ATAS DIRINYA SENDIRI, dan hidup
dalam KEBEBASAN. Manusia memiliki martabat
sebagai pribadi: ia bukan SESUATU, melainkan SESEORANG.
Bdk : MENURUT GAMBAR ALLAH diciptakan-Nya dia; LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN diciptakan-Nya
mereka
· Mzm 8: 5-7: ... Engkau telah membuatnya hampir seperti Allah, dan memahkotainya dengan kemuliaan dan
hormat. Engkau menjadikannya berkuasa atas buatan tangan-Mu, segala-galanya
telah Kauletakkan di bawah kakinya
2. Manusia sebagai pusat dan tujuan akhir
·
GS 12: ... Segala sesuatu di dunia ini harus diarahkan kepada manusia
sebagai PUSAT DAN PUNCAKnya.
HUMAN TRAFFICKING: Pengkhianatan atas
kemuliaan, kehormatan, kebebasan manusia, terutama karena manusia diperlakukan
sebagai SARANA dan bukan TUJUAN.
HUMAN TRAFFICKING: BUKTI YANG NYATA BAHWA PENDERITAAN KRISTUS
MASIH BELANJUT SAMPAI SEKARANG
SIKAP KITA: GS 1: Kegembiraan dan harapan, duka dan
kecemasan orang-orang zaman sekarang, terutama yang miskin dan menderita,
merupakan kegembiraan dan harapan, duka dan kecemasan para murid Kristus juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar