VISI KAMI

“ AGAR HAK DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH DIAKUI DAN DIHORMATI. ”

Senin, 01 April 2013

ANTI PERDAGANGAN MANUSIA DAN SOSIALISASINYA DALAM KOMUNITAS

HUMAN TRAFFICKING ATAU PERDAGANGAN MANUSIA tidak hanya merendahkan martabat manusia tetapi juga adalah kejahatan dan pelanggaran Hak Asasi Manusia karena telah merusak dan membunuh Citra , Harkat dan Martabat manusia sebagai citra Allah Sang Pencipta. Memerangi perdagangan orang khususnya perempuan dan anak , tidaklah semudah membalik telapak tangan. Sindikat trafficking juga sangat cerdik dan mempunyai sumber daya yang besar. Sering sekali mereka menggunakan berbagai cara untuk mencapai tujuan misalnya saja memindahkan jalur transportasi ke daerah-daerah yang kurang waspada dan juga mengembangkan cara atau strategi untuk membujuk dan merayu korban. Praktek kegiatan ilegal ini berlangsung sangat terorganisir dan tersembunyi, serta melibatkan jaringan sindikat lintas negara. Dalam perkembangannya, tidak hanya dikemas dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi bahkan sudah ditetapkan sebagai TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (TOC).

Mereka mengalami trafficking untuk dieksploitasi termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk seksual lainnya, pekerja rumah tangga dengan gaji rendah, praktek-praktek adopsi ilegal, penjualan bayi, sewa menyewa anak dan bayi untuk mengemis, kurir perdagangan narkoba, perkawinan trans-nasional termasuk perkawinan kontrak.
Permasalahan trafficking memiliki magnitude (kepentingan) yang besar dan praktek kegiatan ini menyerupai fenomena gunung es, artinya gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari lebih buruk dari apa yang sementara ini terungkap.


Untuk menyegarkan ingatan kita, saya ingin kembali mengemukakan pengertian perdagangan orang menurut UU No. 21 Tahun 2007 bahwa
“ perdagangan orang adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.”


Banyak pihak telah berupaya untuk menghapuskan adanya perbudakan dimuka bumi ini karena tidak sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan ajaran agama. Namun pada kenyataannya sampai hari ini perbudakan manusia masih merajalela, bahkan menjelma dalam bentuknya yang baru yaitu perdagangan manusia yang di peruntukkan bagi kerja paksa (TKI dan TKW) atau pekerja seks komersial. Perdagangan Orang dan Eksploitasi Seksual Anak merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia sekaligus bentuk terburuk terhadap pelanggaran harkat dan martabat manusia. Berdasarkan data, perempuan dan anak merupakan kelompok yang paling banyak menjadi korban dengan berbagai modus operandi yang terselubung dan semakin marak terjadi. Salah satu modus diantaranya adalah melalui pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, pengiriman duta seni dan budaya atau pengiriman praktek kerja lapangan.
Pada saat ini praktek tindak pidana perdagangan orang dan eksploitasi seksual anak telah mencapai kondisi yang sangat memprihatinkan. Masih tingginya angka kemiskinan, pengangguran, dan angka putus sekolah serta rendahnya tingkat pendidikan membuat masyarakat Indonesia, khususnya perempuan dan anak, kian rentan terhadap perdagangan orang dan eksploitasi seksual anak.
Sebagai orang beriman kita harus bisa dan berani mengambil inisiatif untuk memerangi perbudakan modern yang terjadi di daerah kita, negara kita dan bahkan di seluruh dunia.
Kita semua di panggil untuk berdiri di garis depan dalam peperangan melawan perbudakan modern dengan cara berpartispasi aktif dalam memerangi tindakan perdagangan manusia
Mengingat besarnya bahaya tindak pidana perdagangan orang baik terhadap korban maupun generasi penerus bangsa Indonesia kedepan maka upaya pemberantasan tindak pidana perdagangan orang (PTPPO) yang intensif, efektif dan komprehensif perlu di tingkatkan.
Telah sejak lama Gereja berusaha menghapuskan perbudakan dimuka bumi ini karena tidak sesuai dengan ajaran Kristian. Mari kita simak kutipan berikut “ Gereja mempunyai tanggung jawab yang khas, memberi kesaksian dihadapan dunia; bahwa dunia membutuhkan cinta kasih dan keadilan. Kesaksian ini harus dilaksanakan dalam lembaga-lembaga Gereja dan kehidupan umat Kristiani..” (FAMILIARIS CONSORTIO,, 22 Nopember 1981, art 24)
Upaya pencegahan secara komprehensif telah kita laksanakan dengan berbagai upaya penyuluhan kampanye dan peningkatan kesadaran dan kepedulian masyarakat melalui sosialisasi dan advokasi yang mempunyai arti sangat strategis dan perlu dilakukan tanpa menunggu jatuhnya korban.
Kita semua meyakini dalam segala hal bahwa upaya pencegahan jauh lebih efektif dan effisien, walaupun untuk upaya penanganan dan pemulihan diperlukan biaya sosial ekonomi yang tinggi.
Dalam setiap lokakarya kita selalu mengajak semua pihak untuk menyadari dan membantu mencarikan jalan keluar yang memungkinkan agar harkat dan martabat hidup manusia lebih di hormati dan di hargai.
Dalam rangka meningkatkan upaya pencegahan perdagangan orang, maka paling tidak harus dilakukan tiga langkah strategis.
1. Pencegahan (prevention).
Untuk meningkatkan upaya pencegahan terhadap perdagangan orang, maka upaya yang harus terus-menerus dilakukan
1.      Sosialisasi. Kegiatan sosialisasi mutlak dilakukan dan ditingkatkan dari waktu ke waktu. Selama ini kegiatan sosialisasi pencegahan perdagangan orang sangat minim karena terbatasnya anggaran dan banyaknya program yang mendesak dan harus dkerjakan yang  sifatnya mendesak.
2.      Advokasi. Persoalan advokasi juga tidak mudah dilaksanakan karena terbatasnya SDM dan besarnya dana yang harus disiapkan.
3.      Kegiatan. Untuk meningkatkan upaya pencegahan perdagangan orang, maka harus banyak kegiatan yang diprogramkan untuk dilaksanakan. Misalnya ;

  • Melibatkan kaum muda untuk melawan perdagangan manusia
  • Memperkuat manajemen kasus gender-responsif
  • Memasukkan materi perdagangan anak dalam kurikulum pendidikan sekolah
  • Menjadikan tiap sekolah sebagai pedoman sosialisasi/penyuluhan.
  • Memanfaatkan teknologi informasi
2.   Penanganan, dalam upaya meningkatkan pencegahan perdagangan orang, maka penegakan hukum mutlak dilakukan  pada: korban perdagangan orang,
3.  Pemberdayaan, dalam upaya meningkatkan pencegahan perdagangan orang, maka perlu dilakukan secara terus-menerus:
Keberhasilan dalam memerangi trafficking sangat tergantung dari kemauan tekad dan optimisme seluruh pemangku kepentingan tidak hanya pemerintah pusat dan daerah tetapi juga lembaga organisasi kemasyarakatan, swasta, dan semua pihak yang masih mempunyai kepedulian terhadap cinta kasih ALLAH ada dalam diri kita. 
Tidak seorangpun berhak meremehkan tantangan dalam memerangi trafiking. Semua pihak perlu bergandengan tangan sehingga masyarakat Indonesia akan semakin memahami masalah perdagangan manusia dan bisa berpartisipasi aktif dalam upaya-upaya memeranginya. Dengan semakin banyaknya pihak-pihak yang melibatkan diri dalam upaya ini maka jejaring kerja penghapusan perdagangan manusia dapat semakin diperluas dan diperkuat di seluruh Indonesia.
Berbagai rencana kegiatan maupun rencana tindak lanjut telah dikeluarkan oleh beberapa kalangan maupun dari pelatihan, misalnya :
  • Saling mendukung dalam suatu wadah jejaring khususnya komunitas kaum religius sehingga semakin terbantu dalam menindaklanjuti Action Plan setelah pelatihan yang diadakan Komunitas di daerah 
  • Semakin memperkuat jejaring dengan kongregasi dan atau institusi lain dalam upaya: 
          - Mendukung komisi counter women traficking IBSI
          - Pemberdayaan dan dalam rangka membantu saudara saudari yang miskin atau membutuhkan
  • Kerjasama untuk memfasilitasi jejaring dan menganimasi lembaga hidup baktinya masing-masing dalam penanganan masalah keadilan dan kedamaian (JPIC), migran (ke kota dan perkebunan, TKW,etc), woman trafficking, tanggap bencana alam, dan lingkungan hidup. 
  • Bekerjasama untuk memfasilitasi jejaring dan menganimasi lembaga hidup bakti dalam penanganan masalah berkaitan dengan keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan (KPKC), migran (ke kota dan perkebunan, TKW, dll), woman trafficking. 
  • Dengan cermat membaca tanda-tanda jaman untuk kemudian memberi tanggapan kritis serta mewartakan sabda pengharapan: mendukung gerakan lingkungan hidup dan gerakan “counter women trafficking”, memberi perhatian pada orang-orang miskin, para migran, korban narkoba, orang-orang muda, sekolah-sekolah di daerah-daerah pinggiran, dll.
KesepakatanDan Rekomendasi Sarasehan Alumni Pelatihan Counter Women Trafficking Comission 
  • Membangun jejaring antar tarekat, regio dan keuskupan se Indonesia yang telah proaktif dan aktif dalam pelayanan kepada TKI/TKW dan korban perdagangan manusia yang dikoordinir oleh IBSI dan bekerja sama dengan KKP-PMP KWI dan SGPP-KWI. 
  • Berkolaborasi dan membangun jejaring dengan semua pihak yang berkehendak baik untuk menangani persoalan migrasi, khususnya mereka yang menjadi korban perdagangan manusia. 
  • Mensosialisasikan migrasi yang aman. 
  • Mendirikan Balai Latihan Kerja di setiap keuskupan. 
  • Komunitas-komunitas religius membuka diri untuk memberikan perlindungan dan keamanan bagi para korban.
Berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanganan trafiking, pendidikan komunitas memegang peran yang penting. Melalui kegiatan ini, informasi mengenai trafiking dapat meluas, sehingga usaha pencegahan dan penanganan trafiking yang dilakukan akan semakin efektif. Penyelenggaraan pendidikan komunitas ini harus melihat konteks lokal dari daerah tersebut serta memanfaatkan potensi lokal di daerah tersebut.
Pelatihan tersebut bertujuan untuk memberikan ketrampilan kepada aktivis di tingkat komunitas agar bisa memfasilitasi pendidikan di komunitasnya. Pelatihan juga merupakan upaya peningkatan kapasitas peserta agar bisa menjadi fasilitator yang baik, sehingga dalam pelatihan tersebut dan lebih baik lagi jika peserta melakukan praktek memfasilitasi pendidikan di komunitas. Peran fasilitator adalah sebagai komandan sekaligus pelayan bagi peserta, oleh karenanya sebagai fasilitator diperlukan beberapa syarat, ketrampilan, dan hal-hal lain yang harus disiapkan sebagai fasilitator..
Dari pelatihan tersebut diharapkan dihasilkan rencana tindak lanjut peserta untuk melakukan sosialisasi mengenai trafiking dan juga UU TPPO (Undang Undang Tindak Pidana Perdagangan Orang). Kegiatan sosialisasi ini tentu saja tidak lepas dari kegiatan pendidikan di masyarakat. Lebih jauh lagi, upaya pendidikan komunitas akan menjadikan masyarakat terinformasi dengan baik dan berkontribusi positif dalam upaya pemberdayaan masyarakat.
Apa yang Sudah kita lakukan? 
Harus diakui bahwa informasi tentang perdagangan manusia masih sangat terbatas. Banyak masyarakat bahkan dalam “ komunitas “ sendiri terutama yang tinggal di pelosok-pelosok belum mengerti masalah ini. Masih banyak yang belum memahami tentang bahaya dan akibat dari masalah ini. Sudah jelas bahwa trafficking merupakan masalah yang besar.

LALU APA YANG SUDAH KITA LAKUKAN UNTUK MENGHAPUSKAN PENDERITAAN ITU....?

Diharapkan Peserta Dari Tarekat Yang Mengikuti Lokakarya maupun Pelatuhan Yang Diselenggarakan Oleh CWTC – IBSI Untuk Penanggulangan Perdagangan Manusia, Dapat Bekerjasama, Bergandeng Tangan Dan Bersatu Hati Untuk Mencegah Dan Menanggulangi Kekerasan Dan Perdagangan Manusia. 
Berbagai ragam dan Rencana Tindak Lanjut telah disusun selama ini misalnya 
  • Berjejaring Dengan JPIC Keuskupan, Pemerintah Dan LSM. 
  • Berjejaring Lintas Tarekat/Kongregasi (Biarawan/Biarawati Dan Imam), LSM Dan Pemerintah Untuk Menanggulangi Korban Kekerasan Dan Perdagangan Manusia 
  • Blog Buruh Migran Yang Bisa Diakses Oleh Semua Anggota 
  • Diharapkan Dapat Menjadi Starting Point Ke Depan Untuk Saling Berjejaring Dengan Kelompok-Kelompok Yang Lain. 
  • Memberikan Pemahaman Kepada Orang Tua Murid Untuk Mengerti Dan Memahami Tentang Trafficking 
  • Memberikan Penyuluhan Kepada Anak-Anak, Khususnya Anak-Anak Yang Sekolah. 
  • Membuat Brosur-Brosur 
  • Membuat Buletin Triwulan 
  • Membuat Website , Mailling List, Email, Buletin, Ulasan Dlm Bentuk CD/DVD 
  • Membuka Forum Nasional Peduli Buruh Migran 
  • Menanam Pendidikan Empati Terhadapa Masalah Trafficking Secara Khusus Dan Memperdalam Pengetahuan Mengenai HAM Secara Umum. 
  • Menggalakkan Sosialisasi Kepada Siswa Sekolah Milik Kongregasi. 
  • Menginformasikan Tentang Prosedur Untuk Menjadi TKW/TKI 
  • Mensosialisasikan Pelatihan Penanggulangan Perdagangan Manusia Kepada Komisi-Komisi Keuskupan Seraya Mendayagunakan/Mengaktifkan Komisi-Komisi Tersebut. 
  • Menyiapkan Modul & Memberi Training Kepad Para Guru. 
  • Partisipasi Aktif Dl Pastoral Khusus 
  • Sosialisasi Hasil Worshop Kepada Ketua BMP, Pengurus WKRI,Pengurus Pemberdayaan Perempuan , OMK Di Setiap Rayon Dan Asrama-Asrama. 
  • Sosialisasi Kepada Pimpinan, Komunitas, Formandi, Komisi Sosial, Yayasan. 
  • Sosialisasi Tentang Buruh Migran Perantau
Dan pertanyaan selanjutnya mungkin akan timbul , “ Sudahkah kita melakukan Rencana tindak Lanjut tersebut ? Bagaimana dengan manfaat terhadap pelatihan dan sosialisasinya “ Bagaimana dengan kontribusi atas masalah itu sendiri...??

 
AKAR MASALAH
Keberadaan trafficking berkaitan erat dengan tujuan hidup manusia yakni, mencapai kesejahteraan hidup. Seringkali, proses pencapaian dari sebuah kebaikan/kesejahteraan ditempuh dengan cara yang tidak benar. Hal ini, sangat jelas dipraktekkan oleh para pelaku trafficking. Mereka menjadikan trafficking sebagai pekerjaan untuk memperkaya hidup. Mereka tidak lagi melihat dari sisi moral pekerjaan itu tetapi mereka lebih cenderung melihat akan hasil dari pekerjaan itu, yakni mendapatkan keuntungan demi kesejahteraan hidup. para pelaku, tidak lagi melihat para korban sebagai subjek yang harus dihargai, dihormati dan dilindungi melainkan mereka memandang para korban sebagai objek yang dapat diperalat, dan dijadikan sarana untuk mencari keuntungan.
Hal mendasar lain yang juga bisa diangkat sebagai akar masalah, adalah faktor pendidikan dan kemiskinan dari para korban. Bagaimana pendidikan yang minim/kurangnya pengetahuan membuat para korban mudah untuk di bodohi. Kemudian, kemiskinan yang melekat dalam diri para korban juga menjadi salah satu aspek sehingga mau tidak mau mereka harus mencari pekerjaan meskipun akhirnya mereka harus mengalami hal yang bertentangan dengan kodrat mereka untuk mencapai kebaikan/kesejahteraan.
Dan yang tidak kalah pentingnya lagi adalah sifat budaya sebagian masyarakat Indonesia yang masih Patriarkal  Banyak dijumpai bahwa perempuan masih terlalu dianggap sebagai masyarkat kelas dua. Tidak boleh mengambil suatu keputusan, tidak boleh berperan dalam kehidupan rumah tangga, dan lain lain. Namun dalam budaya lainnya ada masyarakat yang mengharuskan si perempuan harus bekerja sedangkan pihak pria cukup di rumah saja.
“....Masih banyak perempuan yang tidak mendapat kesempatan untuk berkarya sesuai dengan kharisma dan kemampuan mereka. Kenyataan ini disebabkan oleh struktur sosial dan perilaku patriarkis yang mengakibatkan pelecehan, penindasan dan diskriminasi terhadap perempuan....” (SURAT GEMBALA KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA 2004Tentang KESETARAAN PEREMPUAN DAN LAKI-LAKI SEBAGAI CITRA ALLAH ) .
Pengalaman kita dalam upaya penghapusan perdagangan orang membuat kita semakin menyadari bahwa permasalahan perdagangan perempuan dan anak merupakan permasalahan yang kompleks yang melibatkan banyak faktor dan aktor.

KESIMPULAN
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa hal yang paling mendasar berhubungan dengan trafficking adalah kurangnya kesadaran akan luhurnya manusia sebagai pribadi yang pada kodratnya harus mencapai sebuah kebaikan/kesejahteraan dan kurangnya kesadaran manusia itu sendiri terhadap hak dan martabat manusia.
Praktek ini merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam mana manusia dijadikan sebagai sarana untuk diperjualbelikan, bahkan menjadi obyek pencarian keuntungan orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. Dengan memperlakukan orang lain sebagai barang dagangan dengan sendirinya mereka sebenarnya sudah merendahkan diri sendiri.
Ada banyak upaya untuk pengembalian manusia pada citra diri dan martabatnya, namun yang paling penting sebenarnya adalah kesadaran diri untuk berbuat baik bagi sesamanya, dan ketepatan untuk mengaktualkan kebebasannya.



“Bila ada  orang memiliki kekayaan dunia ini, dan melihat saudaranya menderita kekurangan serta menutup hatinya bagi dia, 
bagaimana cintakasih Allah mau tinggal padanya?’ (1Yoh 3:17).

Penulis :
Dadang
Admin

Diolah dari Berbagai Sumber :

http://hukum.kompasiana.com
http://musniumar.wordpress.com/
http://lrc-kjham.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar