“Kegembiraan dan
harapan, kedukaan dan kegelisahan masyarakat zaman sekarang, khususnya mereka
yang miskin dan menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, kedukaan dan
kegelisahan para murid Kristus. Memang tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi
yang tidak menggema di hati mereka”.
”Bapa,
Engkau mengurniakan kepada semua bangsa satu asal mula bersama. Kehendak-Mulah
menghimpun mereka sebagai satu keluarga dalam Dikau. Penuhilah hati semua orang
dengan api cintakasih-Mu, dan dengan keinginan untuk memperjuangkan keadilan
bagi semua saudara –saudari merkea. Semoga dengan berbagi hal-hal baik yang Kau
anugerahkan kepada kami, kami menjamin keadilan dan kesetaraan bagi setiap
manusia, berakhirnya segala perpecahan, dan masyarakat manusia yang dibangun
berdasarkan cintakasih dan damai”[92].
(“SOLLICITUDO REI SOCIALIS”(KEPRIHATINAN SOSIAL),YOHANES
PAULUS II, PAUS)
“Populorum Progressio” 23: “Bila ada orang memiliki kekayaan dunia ini, dan
melihat saudaranya menderita kekurangan serta menutup hatinyabagi dia,
bagaimana cintakasih Allah mau tinggal padanya?’ (1Yoh 3:17).
GEREJA MENYIKAPI TRAFFICKING IN PERSON
( Perdagangan perempuan & anak)
SEKRETARIAT GENDER & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
( Perdagangan perempuan & anak)
SEKRETARIAT GENDER & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA
GEREJA memandang bahwa praktek
Perdagangan orang (Trafficking in Person) sebagai bentuk Perusakan Citra Allah, Merendahkan martabat
manusia, dan Pelanggaran hak asasi manusia.
PENGERTIAN
PERDAGANGAN ORANG adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
PERDAGANGAN ORANG adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
(Undang-Undang
RI No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang)
PELAKU
Banyak tangan (pelaku)
yang mengendalikan mata rantai perdagangan perempuan. Mereka tidak hanya para
calo, pejabat pemerintah, pejabat imigrasi, polisi, mucikari, atau majikan, Tetapi juga “suami”, Dan tidak hanya individual tetapi juga
organisasi.
Sebagaimana
kita ketahui bahwa masyarakat global, termasuk bangsa Indonesia sedang
mengalami ancaman bagi kemanusiaan, yaitu adanya perdagangan orang, khususnya
perempuan dan anak.
Dengan
demikian banyak tangan (pelaku) yang mengendalikan mata rantai perdagangan
perempuan. Mereka tidak hanya para calo, pejabat pemerintah, pejabat imigrasi,
polisi, mucikari, atau majikan, tetapi juga “suami”, dan tidak hanya individual
tetapi juga organisasi.
Praktek
kegiatan ini berlangsung secara ilegal dan tersembunyi, serta melibatkan
jaringan sindikat lintas negara.
Dalam perkembangannya, berbagai cara telah ditempuh untuk mencapai sasaran, sehingga apa yang dilakukan tidak hanya dikemas dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi tetapi mengandung unsur kriminal, bahkan sudah ditetapkan sebagai TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (TOC)
Dalam perkembangannya, berbagai cara telah ditempuh untuk mencapai sasaran, sehingga apa yang dilakukan tidak hanya dikemas dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi tetapi mengandung unsur kriminal, bahkan sudah ditetapkan sebagai TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (TOC)
Berdasarkan laporan yang ada baik dari Kepolisian maupun masyarakat mengungkapkan bahwa peristiwa perdagangan orang telah banyak dialami oleh perempuan dan anak di Indonesia. Indonesia telah diposisikan sebagai negara pengirim, transit dan penerima.
Komnas Perlindungan Anak mengindikasikan bahwa, 31% dari 70.000 prostitusi di Jakarta adalah anak di bawah umur. Anak-anak yang dipekerjakan sebagai PRT sering mengalami pelecehan seksual.
Mereka
mengalami trafficking untuk dieksploitasi termasuk eksploitasi
lewat prostitusi atau bentuk-bentuk seksual lainnya, pekerja rumah tangga
dengan gaji rendah, praktek-praktek adopsi ilegal, penjualan bayi, sewa menyewa
anak dan bayi untuk mengemis, kurir perdagangan narkoba, perkawinan
trans-nasional termasuk perkawinan kontrak.
Permasalahan trafficking
memiliki magnitude (kepentingan)
yang besar dan praktek kegiatan ini menyerupai fenomena gunung es, artinya
gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari lebih buruk dari apa yang
sementara ini terungkap.
Semua pihak telah menyepakati bahwa faktor terjadinya perdagangan perempuan dan anak dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand site) dan faktor penawaran (supply side).
Dari sisi permintaan banyak
dipengaruhi oleh permisisme masyarakat, berkembangnya industri seks,
migrasi antara daerah/ negara, lemahnya penegakan hukum dll.
Dari sisi penawaran dipengaruhi
oleh masalah kemiskinan, pengangguran, rendahnya pendidikan, diskriminasi
gender, perkawinan dini dll.
Sampai saat ini situasi faktor penyebab ini belum dapat ditanggulangi secara keseluruhan, sehingga ancaman terjadinya perdagangan perempuan dan anak masih merupakan tantangan di masa depan.
Mengapa
Perempuan dan Anak ?
KONSTRUKSI GENDER
- Kondisi sosial budaya dan politik yang menyebabkan perempuan pada posisi marjinal, subordinat dan menjadi korban kekerasan baik domestik maupun publik.
- Diskriminasi gender yang menyebabkan pendidikan dan SDM perempuan rendah/ dianggap rendah.
- Pekerjaan domestik yang identik dengan peran perempuan, dianggap tidak memerlukan keahlian/ pendidikan sehingga digaji rendah.
- Tubuh perempuan diangap sebagai obyek seks, shg menjadi sasaran eksploitasi.
- Pemahaman bahwa perempuan tidak boleh menolak, sehingga mudah dipaksa untuk bekerja di luar daerahnya.
- Martabat perempuan hanya dilihat dari keperawanan.
- Perlindungan perempuan terhadap kekerasan belum memadai.
KONSTRUKSI ANAK
- Relasi orang dewasa dan anak yang timpang
- Mitos-mitos orang dewasa dan anak :
- Orang tua selalu benar sedangkan anak salah
- Anak adalah investasi bagi orang tua
- Anak adalah “milik” orang tua
- Anak tidak boleh melawan orang tua
- Kondisi anak secara fisik dan psikolgis masih lemah dalam pembuatan keputusan
- Anak tidak punya hak berpendapat
- Anak tidak punya hak berpendapat
- Perlindungan anak belum memadai
Dalam mengatasi permasalahan perdagangan perempuan dan anak, Pemerintah telah menerbitkan Keppres 88/2002 yang menetapkan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A), sebagai pedoman bagi pemangku kepentingan.
Mengagendakan 4 langkah strategis menuju terhapusnya perdagangan perempuan dan anak :
1. Mengembangkan norma hukum dan tindakan hukum bagi pelaku;
2. Melaksanakan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi korban;
3. Melaksanakan pencegahan pada segala bentuk perdagangan orang;
4. Membangun kerjasama dan koordinasi dengan berbagi pihak.
KEPRIHATINAN dan ANJURAN PARA BAPA GEREJA
AMANAT SINODE PARA
USKUP DI ROMA TAHUN 1971 “ CONVENIENTES EX UNIVERSO “
(BERHIMPUN DARI
SELURUH DUNIA) TENTANG KEADILAN DUNIA
II. Amanat Injil dan Misi Gereja, Kewajiban Gereja untuk Menegakkan Keadilan (35). Dari Kristus Gereja menerima perutusan mewartakan amanat Injil. Yang mencantumkan panggilan kepada manusia untuk meninggalkan dosa dan mengenakan cinta kasih akan Bapa, persaudaraan semesta, dan mengapa Gereja berhak, bahkan wajib, mewartakan keadilan pada tingkat sosial, nasional maupun internasional, dan mengecam peristiwa-peristiwa ketidakadilan.
Gereja
mempunyai tanggung jawab yang khas, memberi kesaksian dihadapan dunia; bahwa
dunia membutuhkan cinta kasih dan keadilan. Kesaksian ini harus dilaksanakan
dalam lembaga-lembaga Gereja dan kehidupan umat Kristiani.
(Familiaris
Consortio, 22 Nopember 1981, art 24)
Pelanggaran terhadap martabat
perempuan yang menganggap bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai benda,
sebagai obyek perdagangan, melayani kepentingan egois dan kenikmatan semata.
Korban pertama atas mentalitas
itu adalah kaum perempuan. Mentalitas
ini menghasilkan penghinaan, perbudakan, penindasan terhadap kaum yang lemah,
pornografi, pelacuran, khususnya dalam bentuk terorganisasi, serta sekian
banyak bentuk-bentuk diskriminasi
di bidang pendidikan, pekerjaan, penggajian dsb
Para Bapa Sinode dengan tegas
mengecam bentuk-bentuk diskriminasi-diskriminasi itu. Meminta, agar semua pihak
menempuh langkah-langkah pastoral yang tegas dan mengena pada sasaran, untuk
secara definitif mengatasi situasi itu, sehingga gambar Allah memancar dari semua manusia tanpa kecuali,
dihormati sepenuhnya.
Pernyataan Paus
Yohanes Paulus II dalam Surat kepada Para Perempuan (29 Juni 1995):
Tidak jarang kaum perempuan justru dipinggirkan dari kehidupan masyarakat dan bahkan direduksikan kedalam perbudakan. Kerapkali mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama (dengan laki-laki) untuk memperoleh pendidikan, direndahkan dan sumbangan intelektual mereka tidak dihargai (Art 3)
Pesan Sidang Para Waligereja Indonesia 2001 “Partisipasi Kita Dalam Memelihara Martabat Manusia dan Alam Semesta”
Secara tegas menyatakan keprihatinan atas berbagai persoalan yang terjadi pada masa itu.
(11.c). Dimana-mana kita masih menyaksikan dengan rasa prihatin penginjak-injakan hak asasi manusia, ketidakpastian hukum, korupsi, suap, nepotisme, ketidakadilan terhadap perempuan, yang ditekan, didiskriminasikan, dilecehkan, dipaksa dalam dunia pekerjaan dan keluarga, dan ketidakadilan gender secara menyeluruh.
Di
tengah keprihatinan atas berbagai persoalan bangsa, ada secercah harapan untuk
mencari jalan bagi gerakan perbaikan kesejahteraan rakyat, khususnya rakyat
kecil, miskin, lemah dan tidak berdaya :
19). Semakin bertambahnya jaringan aksi, aliansi, kelompok solidaritas dan relawan, organisasi/ LSM lintas etnis, golongan dan agama, yang bergerak di bidang pemberian bantuan hukum dan pemberdayaan kaum perempuan dan masyarakat kecil umumnya, merupakan modal bagi gerakan yang lebih luas dalam masyarakat.
Keberadaan
dan kegiatan-kegiatan kemanusiaan itu sangat didukung dan terus didorong.
Kepedulian terhadap kaum kecil dan hak-hak asasi telah mengundang keterlibatan langsung
banyak orang yang berkehendak baik, termasuk kaum awam, para religius dan
orang-orang tertahbis.
(51). Perjuangan hak-hak asasi manusia
sebagaimana selayaknya kita prioritaskan adalah sesuai dengan rencana dan
kehendak Allah yang mau menyelamatkan semua orang.
Cara Allah bertindak dengan mendahulukan yang paling menderita yakni kaum miskin dan tertindas. Maka dari itu dari sisi manapun, didekati pilihan untuk mendahulukan dan bersama dengan kaum miskin terus menerus merupakan acuan perjuangan hak-hak asasi manusia.
PESAN
SIDANG PLENO KE 8 FEDERASI KONFERENSI - KONFERENSI PARA USKUP SE ASIA (FABC)
17 –
23 AGUSTUS 2004
“ KELUARGA ASIA
MENUJU BUDAYA KEHIDUPAN YANG INTEGRAL”
Keprihatinan atas kemiskinan keluarga di Asia dan Globalisasi Ekonomi : kemiskinan keluarga di pedesaan, di perkotaan, gejala migrasi di Asia, feminisasi kemiskinan (kemiskinan banyak ditanggung oleh kaum perempuan), tidak memiliki tanah dan kehilangan tanah leluhur, globalisasi kultural dan dampaknya terhadap keluarga, patriarki dalam keluarga dan masyarakat Asia, kondisi perempuan dan anak gadis dalam kondisi tekanan ekonomi bekerja di luar rumah, ke luar daerahnya, berbagai bentuk diskriminasi dan tekanan terhadap perempuan dalam keluarga dan tempat kerja.
Didorong oleh kemiskinan dan
kenyataan sosial yang tidak merata, jutaan anak harus bekerja. Fenomena ini
lahir dari paham budaya dimana orang tua memandang anak-anak sebagai “harta
milik” yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh keluarga.
Di banyak negara Asia perdagangan
perempuan dan anak-anak untuk dijadikan pekerja seks komersial, baik di dalam
negeri maupun di luar negeri, sudah menjadi gejala umum. Semua tantangan
pastoral ini menuntut tanggapan pastoral yang tepat.
Hal-hal
yang diusulkan oleh kelompok Diskusi Regional kepada FABC, a.l :
Memperhatikan
soal-soal pastoral khusus :
kelompok
marjinal, keluarga pekerja buruh migran, para lansia,perdagangan perempuan dan anak, kekerasan dalam rumah tangga,
SURAT GEMBALA KWI
22 Desember 2004 tentang “Kesetaraan Perempuan dan
Laki-laki Sebagai Citra Allah”
KEPRIHATINAN
….. Masih banyak praktek kekerasan dan penipuan, seperti kawin paksa, penganiayaan, pemerkosaan, aborsi, perdagangan perempuan dan anak untuk dijadikan budak seks, pengemis, pengedar narkoba.
Praktek-praktek kekerasan tersebut menyebabkan perempuan semakin tertular penyakit menular seksual, yang menghancurkan hidupnya terutama HIV/AIDS.
a) Kita adalah bagian dari tradisi dan gereja yang telah ikut melukai kesetaraan martabat yang mendatangkan penderitaan pada perempuan.
b) Kita sering kali, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan untuk tidak mau melihat bahwa ada masalah dalam relasi kita.
c) Kita sering tidak sengaja ikut memupuk sikap paternalistik yang memperkuat dominasi kaum laki-laki terhadap perempuan dan menguatkan kecenderungan perempuan menerimanya begitu saja.
d) Kita adalah bagian dari tradisi dan gereja yang telah ikut melukai kesetaraan martabat yang mendatangkan penderitaan pada perempuan.
e) Kita sering kali, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan untuk tidak mau melihat bahwa ada masalah dalam relasi kita.
f) Kita sering tidak sengaja ikut memupuk sikap paternalistik yang memperkuat dominasi kaum laki-laki terhadap perempuan dan menguatkan kecenderungan perempuan menerimanya begitu saja.
g) Laki-laki dan perempuan diciptakan setara menurut Citra Allah (Bdk. Kej 1 : 26-27).
KESADARAN dan PERILAKU BARU menjadi “Gereja yang mendengarkan”
- Menyebarluaskan pemahaman dan melakukan penyadaran tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam keluarga, masyarakat dan Gereja.
- Mengajak para perempuan untuk mau mengungkapkan secara terbuka pengalaman-pengalamannya, terlebih bila mengalami diskriminasi, pelecehan, kekerasan.
- Mendukung semua gerakan untuk menghapus berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan.
- Mendorong anggota Gereja serta semua orang untuk menaruh kepedulian terhadap masalah-masalah kemanusiaan dengan membangun solidaritas bersama kaum perempuan.
- Fasilitasi penyediaan rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan, tanpa memandang agama, golongan, suku dan aliran politik yang mereka anut.
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA (SAGKI) 2005 :
Masukan dari berbagai keuskupan tentang ketidakadaban publik yang dipandang mendesak untuk diatas bersama, diringkas menjadi 17 issue atau pokok masalah, yakni :
Keretakan hidup berbangsa, Otonomi Daerah dan Masyarakat Adat, Korupsi, Kemiskinan, Pengangguran, Kriminalitas, Perburuhan, Pertanian, Lingkungan Hidup berkaitan dengan hutan dan non hutan, Pendidikan Formal dan Non Formal, Kesehatan dan Narkoba), KDRT dan Ketidaksetaraan Gender.
KDRT dan Ketidaksetaraan Gender, dipetakan dengan beberapa penyebab yang saling terkait, yakni Ideologi Patriarki, Kemiskinan Struktural, Ideologi Gender oleh Negara, Sistem Ekonomi NeoLiberal.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya subordinasi dan marjinalisasi perempuan. Ketidaksetaraan gender dalam politik, pendidikan, hukum, ekonomi, sosial, budaya, agama, kesehatan.
Ini semua mendorong terjadinya :
- Perdagangan perempuan/ anak
- Migrasi Buruh Perempuan (TKW)
- KDRT
PELAYANAN PASTORAL SEKRETARIAT
GENDER & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN KWI
Sejak tahun 2002, telah memfasilitasi Animasi dan Penyadaran tentang Kesetaraan & Keadilan Gender, di hampir semua keuskupan, termasuk mengkritisi masalah perdagangan perempuan dan anak.
Tujuannya untuk membangun kesadaran kritis umat sehingga tergerak melakukan perubahan atas sistem sosial budaya yang selama ini mensubordinasi dan meminggirkan perempuan di semua bidang kehidupan; memberikan beban yang bertumpu pada perempuan; citra negatif serta berbagai bentuk kekerasan terhadap
Target sasaran adalah para petugas pastoral di Keuskupan, Dekenat, Paroki, kelompok kategorial; kemudian mereka melanjutkan animasi ini hingga ke lingkup KomBas.
FOKUS :
1. Pendidikan dan Penyebarluasan Nilai “Kasih dalam kesemartabatan , kesetaraan sebagai citra Allah”.
2. Mencegah dan menghapus berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan/ anak, dalam keluarga, tempat kerja, masyarakat.
3. Pencegahan praktek perdagangan perempuan dan anak.
4. Pendampingan bagi korban.
5. Upaya pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi
6. Pengembangan jejaring (network)
Bersamaan dengan itu, telah mengembangkan jaringan kemitraan dalam advokasi kebijakan publik dan sosialisasi, bersama pihak-pihak internal Gereja maupun eksternal Gereja seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, LSM-LSM, Organisasi lintas agama dan berbagai pihak yang menaruh kepedulian yang sama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar