VISI KAMI

“ AGAR HAK DAN MARTABAT MANUSIA SEBAGAI CITRA ALLAH DIAKUI DAN DIHORMATI. ”

Jumat, 27 Juli 2012

GEREJA MENYIKAPI TRAFFICKING IN PERSON


“Kegembiraan dan harapan, kedukaan dan kegelisahan masyarakat zaman sekarang, khususnya mereka yang miskin dan menderita, merupakan kegembiraan dan harapan, kedukaan dan kegelisahan para murid Kristus. Memang tiada sesuatu pun yang sungguh manusiawi yang tidak menggema di hati mereka”.
            ”Bapa, Engkau mengurniakan kepada semua bangsa satu asal mula bersama. Kehendak-Mulah menghimpun mereka sebagai satu keluarga dalam Dikau. Penuhilah hati semua orang dengan api cintakasih-Mu, dan dengan keinginan untuk memperjuangkan keadilan bagi semua saudara –saudari merkea. Semoga dengan berbagi hal-hal baik yang Kau anugerahkan kepada kami, kami menjamin keadilan dan kesetaraan bagi setiap manusia, berakhirnya segala perpecahan, dan masyarakat manusia yang dibangun berdasarkan cintakasih dan damai”[92].
(“SOLLICITUDO REI SOCIALIS”(KEPRIHATINAN SOSIAL),YOHANES PAULUS II, PAUS)
“Populorum Progressio” 23: “Bila ada  orang memiliki kekayaan dunia ini, dan melihat saudaranya menderita kekurangan serta menutup hatinyabagi dia, bagaimana cintakasih Allah mau tinggal padanya?’ (1Yoh 3:17).

GEREJA MENYIKAPI TRAFFICKING IN PERSON
( Perdagangan perempuan & anak)
SEKRETARIAT GENDER & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN
KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA

GEREJA memandang bahwa praktek Perdagangan orang (Trafficking in Person) sebagai bentuk   Perusakan Citra Allah, Merendahkan martabat manusia, dan Pelanggaran hak asasi manusia.


PENGERTIAN
PERDAGANGAN ORANG adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.
(Undang-Undang RI No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang)
PELAKU
Banyak tangan (pelaku) yang mengendalikan mata rantai perdagangan perempuan. Mereka tidak hanya para calo, pejabat pemerintah, pejabat imigrasi, polisi, mucikari, atau majikan, Tetapi juga “suami”, Dan tidak hanya individual tetapi juga organisasi.

Sebagaimana kita ketahui bahwa masyarakat global, termasuk bangsa Indonesia sedang mengalami ancaman bagi kemanusiaan, yaitu adanya perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak.
Dengan demikian banyak tangan (pelaku) yang mengendalikan mata rantai perdagangan perempuan. Mereka tidak hanya para calo, pejabat pemerintah, pejabat imigrasi, polisi, mucikari, atau majikan, tetapi juga “suami”, dan tidak hanya individual tetapi juga organisasi.
Praktek kegiatan ini berlangsung secara ilegal dan tersembunyi, serta melibatkan jaringan sindikat lintas negara.
Dalam perkembangannya, berbagai cara telah ditempuh untuk mencapai sasaran, sehingga apa yang dilakukan tidak hanya dikemas dalam kegiatan sosial, budaya, ekonomi tetapi mengandung unsur kriminal, bahkan sudah ditetapkan sebagai TRANSNATIONAL ORGANIZED CRIME (TOC)

Berdasarkan laporan yang ada baik dari Kepolisian maupun masyarakat mengungkapkan bahwa peristiwa perdagangan orang telah banyak dialami oleh perempuan dan anak di Indonesia.
Indonesia telah diposisikan sebagai negara pengirim, transit dan penerima.

Komnas Perlindungan Anak mengindikasikan bahwa, 31% dari 70.000 prostitusi di Jakarta adalah anak di bawah umur.  Anak-anak yang dipekerjakan sebagai PRT sering mengalami pelecehan seksual.
Mereka mengalami trafficking untuk dieksploitasi termasuk eksploitasi lewat prostitusi atau bentuk-bentuk seksual lainnya, pekerja rumah tangga dengan gaji rendah, praktek-praktek adopsi ilegal, penjualan bayi, sewa menyewa anak dan bayi untuk mengemis, kurir perdagangan narkoba, perkawinan trans-nasional termasuk perkawinan kontrak.
Permasalahan trafficking memiliki magnitude (kepentingan) yang besar dan praktek kegiatan ini menyerupai fenomena gunung es, artinya gambaran yang sebenarnya jauh lebih besar dari lebih buruk dari apa yang sementara ini terungkap.

Semua pihak telah menyepakati bahwa faktor terjadinya perdagangan perempuan dan anak dipengaruhi oleh faktor permintaan (demand site)
dan faktor penawaran (supply side).
Dari sisi permintaan banyak dipengaruhi oleh permisisme masyarakat, berkembangnya industri seks, migrasi antara daerah/ negara, lemahnya penegakan hukum dll. Dari sisi penawaran dipengaruhi oleh masalah kemiskinan, pengangguran, rendahnya pendidikan, diskriminasi gender, perkawinan dini dll.

Sampai saat ini situasi faktor penyebab ini belum dapat ditanggulangi secara keseluruhan, sehingga ancaman terjadinya perdagangan perempuan dan anak masih merupakan tantangan di masa depan.
Mengapa Perempuan dan Anak ?

KONSTRUKSI GENDER
  1. Kondisi sosial budaya dan politik yang menyebabkan perempuan pada posisi marjinal, subordinat dan menjadi korban kekerasan baik domestik maupun publik.
  2. Diskriminasi gender yang menyebabkan pendidikan dan SDM perempuan rendah/ dianggap rendah.
  3. Pekerjaan domestik yang identik dengan peran perempuan, dianggap tidak memerlukan keahlian/ pendidikan sehingga digaji rendah.
  4. Tubuh perempuan diangap sebagai obyek seks, shg menjadi sasaran eksploitasi.
  5. Pemahaman bahwa perempuan tidak boleh menolak, sehingga mudah dipaksa untuk bekerja di luar daerahnya.
  6. Martabat perempuan hanya dilihat dari keperawanan.
  7. Perlindungan perempuan terhadap kekerasan belum memadai. 



KONSTRUKSI ANAK
  • Relasi orang dewasa dan anak yang timpang
  • Mitos-mitos orang dewasa dan anak :
         - Orang tua selalu benar sedangkan anak salah
         - Anak adalah investasi bagi orang tua
         - Anak adalah “milik” orang tua 
         - Anak tidak boleh melawan orang tua
  • Kondisi anak secara fisik dan psikolgis masih lemah dalam pembuatan keputusan
  • Anak tidak punya hak berpendapat
  • Anak tidak punya hak berpendapat
  • Perlindungan anak belum memadai

Dalam mengatasi permasalahan perdagangan perempuan dan anak, Pemerintah telah menerbitkan Keppres 88/2002
yang menetapkan Rencana Aksi Nasional Penghapusan Perdagangan Perempuan dan Anak (RAN P3A), sebagai pedoman bagi pemangku kepentingan.

Mengagendakan 4 langkah strategis menuju terhapusnya perdagangan perempuan dan anak :

1. Mengembangkan norma hukum dan tindakan hukum bagi pelaku;
2. Melaksanakan rehabilitasi dan reintegrasi sosial bagi korban;
3. Melaksanakan pencegahan pada segala bentuk perdagangan orang;
4. Membangun kerjasama dan koordinasi dengan berbagi pihak.

KEPRIHATINAN dan ANJURAN  PARA BAPA GEREJA
AMANAT SINODE PARA USKUP DI ROMA TAHUN 1971 “ CONVENIENTES EX UNIVERSO “ (BERHIMPUN DARI SELURUH DUNIA) TENTANG KEADILAN DUNIA

II. Amanat Injil dan Misi Gereja, Kewajiban Gereja untuk Menegakkan Keadilan
 (35). Dari Kristus Gereja menerima perutusan mewartakan amanat Injil. Yang mencantumkan panggilan kepada manusia untuk meninggalkan dosa  dan mengenakan cinta kasih akan Bapa, persaudaraan semesta, dan mengapa Gereja berhak, bahkan wajib, mewartakan keadilan pada tingkat sosial, nasional maupun internasional, dan mengecam peristiwa-peristiwa ketidakadilan.
Gereja mempunyai tanggung jawab yang khas, memberi kesaksian dihadapan dunia; bahwa dunia membutuhkan cinta kasih dan keadilan. Kesaksian ini harus dilaksanakan dalam lembaga-lembaga Gereja dan kehidupan umat Kristiani.
(Familiaris Consortio, 22 Nopember 1981, art 24)
Pelanggaran terhadap martabat perempuan yang menganggap bukan sebagai pribadi, melainkan sebagai benda, sebagai obyek perdagangan, melayani kepentingan egois dan kenikmatan  semata.
Korban pertama atas mentalitas itu adalah kaum perempuan.  Mentalitas ini menghasilkan penghinaan, perbudakan, penindasan terhadap kaum yang lemah, pornografi, pelacuran, khususnya dalam bentuk terorganisasi, serta sekian banyak bentuk-bentuk  diskriminasi di bidang pendidikan, pekerjaan, penggajian dsb
Para Bapa Sinode dengan tegas mengecam bentuk-bentuk diskriminasi-diskriminasi itu. Meminta, agar semua pihak menempuh langkah-langkah pastoral yang tegas dan mengena pada sasaran, untuk secara definitif mengatasi situasi itu, sehingga gambar Allah  memancar dari semua manusia tanpa kecuali, dihormati sepenuhnya.

Pernyataan Paus Yohanes Paulus II dalam Surat kepada Para Perempuan (29 Juni 1995):

Tidak jarang kaum perempuan justru dipinggirkan dari kehidupan masyarakat dan bahkan direduksikan kedalam perbudakan. Kerapkali mereka tidak mendapatkan kesempatan yang sama (dengan laki-laki) untuk memperoleh pendidikan, direndahkan dan sumbangan intelektual mereka tidak dihargai (Art 3)

Pesan Sidang Para Waligereja Indonesia 2001 “Partisipasi Kita Dalam Memelihara Martabat Manusia  dan Alam Semesta”

Secara tegas menyatakan keprihatinan atas berbagai persoalan yang terjadi pada masa itu.
(11.c). Dimana-mana kita masih menyaksikan dengan rasa prihatin penginjak-injakan hak asasi manusia, ketidakpastian hukum, korupsi, suap, nepotisme, ketidakadilan terhadap perempuan, yang ditekan, didiskriminasikan, dilecehkan, dipaksa dalam dunia pekerjaan dan keluarga, dan ketidakadilan gender secara menyeluruh.
Di tengah keprihatinan atas berbagai persoalan bangsa, ada secercah harapan untuk mencari jalan bagi gerakan perbaikan kesejahteraan rakyat, khususnya rakyat kecil, miskin, lemah dan tidak berdaya :

19). Semakin bertambahnya jaringan aksi, aliansi, kelompok solidaritas dan relawan, organisasi/ LSM lintas etnis, golongan dan agama, yang bergerak di bidang pemberian bantuan hukum dan pemberdayaan kaum perempuan dan masyarakat kecil umumnya, merupakan modal bagi gerakan yang lebih luas dalam masyarakat. 
Keberadaan dan kegiatan-kegiatan kemanusiaan itu sangat didukung dan terus didorong. Kepedulian terhadap kaum kecil dan hak-hak asasi telah mengundang keterlibatan langsung banyak orang yang berkehendak baik, termasuk kaum awam, para religius dan orang-orang tertahbis.
 (51). Perjuangan hak-hak asasi manusia sebagaimana selayaknya kita prioritaskan adalah sesuai dengan rencana dan kehendak Allah yang mau menyelamatkan semua orang.

Cara Allah bertindak dengan mendahulukan yang paling menderita yakni kaum miskin dan tertindas.
Maka dari itu dari sisi manapun, didekati pilihan untuk mendahulukan dan bersama dengan kaum miskin terus menerus merupakan acuan perjuangan hak-hak asasi manusia.

PESAN SIDANG PLENO KE 8  FEDERASI KONFERENSI - KONFERENSI PARA USKUP SE ASIA (FABC)   
17 – 23 AGUSTUS 2004
KELUARGA ASIA MENUJU BUDAYA KEHIDUPAN YANG INTEGRAL”

Keprihatinan atas kemiskinan keluarga di Asia dan Globalisasi Ekonomi :  kemiskinan keluarga di pedesaan, di perkotaan, gejala migrasi di Asia, feminisasi kemiskinan (kemiskinan banyak ditanggung oleh kaum perempuan), tidak memiliki tanah dan    kehilangan tanah leluhur, globalisasi kultural dan dampaknya terhadap keluarga,   patriarki dalam keluarga dan masyarakat  Asia, kondisi perempuan  dan anak gadis dalam kondisi tekanan ekonomi bekerja di luar rumah, ke luar daerahnya, berbagai bentuk diskriminasi dan tekanan terhadap perempuan dalam keluarga dan tempat kerja.  
Didorong oleh kemiskinan dan kenyataan sosial yang tidak merata, jutaan anak harus bekerja. Fenomena ini lahir dari paham budaya dimana orang tua memandang anak-anak sebagai “harta milik” yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan seluruh keluarga.
Di banyak negara Asia perdagangan perempuan dan anak-anak untuk dijadikan pekerja seks komersial, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, sudah menjadi gejala umum. Semua tantangan pastoral ini menuntut tanggapan pastoral yang tepat.
Hal-hal yang diusulkan oleh kelompok Diskusi Regional kepada FABC, a.l  :
Memperhatikan soal-soal pastoral khusus :
kelompok marjinal, keluarga pekerja buruh migran, para lansia,perdagangan perempuan  dan anak, kekerasan dalam rumah tangga,

SURAT GEMBALA KWI  22 Desember 2004 tentang  “Kesetaraan Perempuan dan Laki-laki Sebagai Citra Allah”

KEPRIHATINAN
 ….. Masih banyak praktek kekerasan dan penipuan, seperti kawin paksa, penganiayaan, pemerkosaan, aborsi, perdagangan perempuan dan anak untuk dijadikan budak seks, pengemis, pengedar narkoba.

Praktek-praktek kekerasan tersebut menyebabkan perempuan semakin tertular penyakit menular seksual, yang menghancurkan hidupnya terutama HIV/AIDS.

a) Kita adalah bagian dari tradisi dan gereja yang telah ikut melukai kesetaraan martabat yang mendatangkan penderitaan pada perempuan.
b) Kita sering kali, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan untuk tidak mau melihat bahwa ada masalah dalam relasi kita.
c) Kita sering tidak sengaja ikut memupuk sikap paternalistik yang memperkuat dominasi kaum laki-laki terhadap perempuan dan menguatkan kecenderungan perempuan menerimanya begitu saja.
d) Kita adalah bagian dari tradisi dan gereja yang telah ikut melukai kesetaraan martabat yang mendatangkan penderitaan pada perempuan.
e) Kita sering kali, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan untuk tidak mau melihat bahwa ada masalah dalam relasi kita.
f) Kita sering tidak sengaja ikut memupuk sikap paternalistik yang memperkuat dominasi kaum laki-laki terhadap perempuan dan menguatkan kecenderungan perempuan menerimanya begitu saja.
g) Laki-laki dan perempuan diciptakan setara menurut Citra Allah (Bdk. Kej 1 : 26-27).

KESADARAN dan PERILAKU BARU menjadi “Gereja yang mendengarkan”

  • Menyebarluaskan pemahaman dan melakukan penyadaran tentang kesetaraan laki-laki dan perempuan dalam keluarga, masyarakat dan Gereja.
  • Mengajak para perempuan untuk mau mengungkapkan secara terbuka pengalaman-pengalamannya, terlebih bila mengalami diskriminasi, pelecehan, kekerasan.
  • Mendukung semua gerakan untuk menghapus berbagai bentuk eksploitasi dan kekerasan terhadap perempuan.
  • Mendorong anggota Gereja serta semua orang untuk menaruh kepedulian terhadap masalah-masalah kemanusiaan dengan membangun solidaritas bersama kaum perempuan.
  • Fasilitasi penyediaan rumah aman bagi perempuan dan anak korban kekerasan, tanpa memandang agama, golongan, suku dan aliran politik yang mereka anut.
  
SIDANG AGUNG GEREJA KATOLIK INDONESIA  (SAGKI) 2005 :

Masukan dari berbagai keuskupan tentang ketidakadaban publik yang dipandang mendesak untuk diatas bersama, diringkas menjadi 17 issue atau pokok masalah, yakni :
Keretakan hidup berbangsa, Otonomi Daerah dan Masyarakat Adat, Korupsi, Kemiskinan, Pengangguran, Kriminalitas, Perburuhan, Pertanian, Lingkungan Hidup berkaitan dengan hutan dan non hutan, Pendidikan Formal dan Non Formal, Kesehatan dan Narkoba), KDRT dan Ketidaksetaraan Gender.
KDRT dan Ketidaksetaraan Gender, dipetakan dengan beberapa penyebab yang saling terkait, yakni Ideologi Patriarki, Kemiskinan Struktural, Ideologi Gender oleh Negara, Sistem Ekonomi NeoLiberal.
Hal tersebut mengakibatkan terjadinya subordinasi dan marjinalisasi perempuan. Ketidaksetaraan gender dalam politik, pendidikan, hukum, ekonomi, sosial, budaya, agama, kesehatan.
Ini semua mendorong terjadinya :
  • Perdagangan perempuan/ anak
  • Migrasi Buruh Perempuan (TKW)
  • KDRT
PELAYANAN PASTORAL  SEKRETARIAT GENDER & PEMBERDAYAAN PEREMPUAN  KWI

Sejak tahun 2002, telah memfasilitasi Animasi dan Penyadaran tentang Kesetaraan & Keadilan Gender, di hampir semua keuskupan, termasuk mengkritisi masalah perdagangan perempuan dan anak.
Tujuannya untuk membangun kesadaran kritis umat sehingga tergerak melakukan perubahan atas sistem sosial budaya yang selama ini mensubordinasi dan meminggirkan perempuan di semua bidang kehidupan; memberikan beban yang bertumpu pada perempuan; citra negatif serta berbagai bentuk kekerasan terhadap
Target sasaran adalah para petugas pastoral di Keuskupan, Dekenat, Paroki, kelompok kategorial; kemudian mereka melanjutkan animasi ini hingga ke lingkup KomBas.
FOKUS :
1. Pendidikan dan Penyebarluasan Nilai “Kasih dalam kesemartabatan , kesetaraan sebagai citra Allah”.
2. Mencegah dan menghapus berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan/ anak, dalam keluarga, tempat kerja, masyarakat.
3. Pencegahan praktek perdagangan perempuan dan anak.
4. Pendampingan bagi korban.
5. Upaya pemberdayaan perempuan dalam bidang ekonomi
6. Pengembangan jejaring (network)

Bersamaan dengan itu, telah mengembangkan jaringan kemitraan dalam advokasi kebijakan publik dan sosialisasi, bersama pihak-pihak internal Gereja maupun eksternal Gereja seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan RI, LSM-LSM, Organisasi lintas agama dan berbagai pihak yang menaruh kepedulian yang sama


Tidak ada komentar:

Posting Komentar